BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang
melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya,
tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan sehingga membuat penderita
sulit bernafas dan juga batuk kronis. Rokok adalah penyebab utama
timbulnya emfisema. Biasanya pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur
25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran napas kecil dan fungsi
paru-parunya. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55
tahun terjadi sesak napas, hipoksemia, dan perubahan spirometri. Pada umur
55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal yang dapat menyebabkan kegagalan napas dan
meninggal dunia. Penyakit emfisema rata-rata pada laki-laki terdapat 65%
dan 15% pada wanita.
Penyakit emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah orang yang menghisap rokok, dan pesatnya kemajuan industri. Di
Negara-negara barat, ilmu pengetahuan dan industri telah maju dengan mencolok
tetapi menimbulkan pula pencemaran lingkungan dan polusi. Ditambah lagi dengan
masalah merokok yang dapat menyebabkan penyakit bronchitis kronik dan emfisema.
Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita. Emfisema menduduki
peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat menimbulkan gangguan
aktifitas.
Pada Survei Kesehatan Rumat Tangga (SKRT) DepKes RI menunjukkan angka
kematian karena emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering
kematian di Indonesia. Penyakit emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok, dan pesatnya kemajuan industri
yang menimbulkan pencemaran lingkungan dan polusi.
Emfisema tergabung dalam penyakit paru obstruksi kronik yang merupakan
salah satu kelompok penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehtan di
Indonesia. Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM dan
PL di lima rumah sakit di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Lampung, dan Sumatra Selatan), pada tahun 2004 menunjukkan PPOK termasuk
emfisema masuk dalam urutan pertama penyumbang angka kesakitan yaitu 35%, asma
bronkial 33%, kanker paru 30% dan lainnya 2%. Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei
Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 sebanyak 54,5% penduduk laki-laki dan 1,2%
perempuan merupakan perokok, sehingga emfisema mempunyai faktor penyebab dari
rokok sebesar 92%.
B. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan
Umum
Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien
dengan emfisema.
2.
Tujuan
Khusus
a.
Untuk
mengetahui definisi emfisema
b.
Untuk
mengetahui etiologi/faktor pencetus emfisema
c.
Untuk
mengetahui tanda dan gejala emfisema
d.
Untuk
mengetahui pemeriksaan penunjang pada emfisema
e.
Untuk
mengetahui patofisiologi emfisema
f.
Untuk
mengetahui asuhan keperawatan dengan gangguan emfisema
C.
Sistematika
Penulisan
BAB I :
Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Sistematika Penulisan
BAB II: Definisi
Emfisema, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Komplikasi, Pemeriksaan
Penunjang, Asuhan
Keperawatan
BAB
III:
Kesimpulan, Saran, Daftar Pustaka.
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
A. Anatomi
Fisiologi
Pernapasan adalah suatu proses
pertukaran gas (O2) dari udara oleh organisme hidup yang digunakan untuk
serangkaian metabolisme yang akan menghasilkan karbondioksida (CO2) yang harus
dikeluarkan, karena tidak dibutuhkan oleh tubuh. Setiap makluk hidup melakukan
pernafasan untuk memperoleh oksigen O2 yang digunankan untuk pembakaran zat
makanan didalam sel-sel tubuh. Alat pernafasan setiap makhluk tidaklah sama,
pada hewan intervertebrata memiliki alat pernafasan dari mekanisme pernafasan
yang berbeda dengan hewan vertebrata. Salauran penghantar udara hingga mencapai
paru-paru adalah : hidung – faring – laring- trakhea – bronkus – dan bronkiolus.
Mekanisme pernafasan manusia. Pada saat bernafas terjadi kegiatan inspirasi dan
ekspirasi, inspirasi adalah pemasukan gas O2 dan udara atmosfer ke dalam
paru-paru, sedangkan ekspirasi adalah pengeluaran CO2 dan uap air dari
paru-paru ke luar tubuh. Setiap menitnya kita melakukan kegiatan inspirasi dan
ekspirasi kurang lebih 16-18 kali. Pernafasan pada manusia dapat digolongkan
menjadi 2, yaitu :
1. Pernafasan
dada
Pada
pernafasan dada otot yang berperan penting adalah otot antar tulang rusuk. Otot
tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang
berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam berfungsi
menurunkan atau mengembalikan tulang rusuk keposisi semula. Bila otot antar
tulang rusuk luar berkontraksi, maka tulang rusuk akan terangkat sehingga
volume dada bertambah besar. Bertambah besarnya akan menyebabkan tekanan dalam
rongga dada lebih kecil daripada rongga dada luar. Karena tekanan udara kecil
pada rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir dari luar tubuh dan masuk
kedalam tubuh, proses ini disebut proses inspirasi. Sedangkan pada proses
ekspirasi terjadi apabila kontraksi dari otot dalam, tulang rusuk kembali ke
posisi semula dan menyebabkan tekanan udara didalam tubuh meningkat. Sehingga
udara dalam paru-paru tertekan dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong ke
luar tubuh, proses ini disebut ekpirasi.
2. Pernafasan
perut
Pada
pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot dinding
rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar.
Hal itu menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga tekanan
udaranya semakin kecil. Penurunan tekanan udara menyebabkan mengembangnya
paru-paru, sehingga udara mengalir masuk ke paru-paru (inspirasi). Bila otot
diagfragma bereaksi dan otot dinding perut berkontraksi, isi rongga perut akan
terdesak ke diafragma sehingga diafragma cekung ke arah rongga dada. Sehingga
volume rongga dada mengecil dan tekanannya meningkat. Meningkatnya tekanan
rongga dada menyebabkan isi rongga paru-paru terdesak keluar dan terjadinlah
proses ekspirasi. Kelainan yang terjadi pada sistem pernafasan yang terjadi
pada organ paru-paru seperti emfisema.
B.
Definisi
Emfisema
Emfisema paru merupakan suatu keadaan
abnormal pada anatomi paru dengan adanya kondisi kliniks berupa melebarnya
saluran udara bagian distal bronkhiolus terminal yang disertai dengan kerusakan
dinding alveoli. Kondisi ini merupakan taakhir proses yang mengalami kemajuan
dengan lambat selama beberapa tahun. Pada kenyataanya, ketika klien mengalami
gejala emfisema , fungsi paru sudah mengalami kerusakan permanen (trreversible)
yang disertai dengan bronchitis obstruksi kronis. Kondisi ini merupakan
penyebab utama kecacatan. ( Arif Muttaqim,2008).
Emfisema merupakan pengembangan paru
yang di tandai dengan pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai
destruksi jaringam (Somantri,2009).
Ada 3 tipe Emfisema :
1. Emfisema
Centriolobular ( centriacinar ), menyebabkan kerusakan bronkiolus pada region
paru atas. Tipe ini sering terjadi akibat kebiasaan merokok yang lama.
2. Emfisema
panlobular (panacinar), melibatkan seluruh alveolus distal dan bronkiolus terminal serta paling banyak pada
paru bagian bawah. Tipe ini sering terjadi pada pasien dengan defisiensi α1-
antitripsin.
3. Emfisema
paraseptal, mengenai saluran nafas distal, duktus dan sakus. Dapat mengalami
komplikasi pneumothorax spontan.
C.
Etiologi
1. Faktor
Genetik
Faktor
genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema faktor genetik diantaranya
adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar
imonoglobulin E (lgE) serum, adanya hiper responsif bronkus, riwayat penyakit
obstruksi paru pada keluar, dan defisiensi protein alfa-1 antitripsin.
1. Polusi
Sebagai
faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila
ditambah merokok risiko akan lebih tinggi
2. Sosial
Ekonomi
Emfisema
lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin karena
perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan
ekonomi yang lebih jelek.
3. Merokok
Rokok
adalah penyebab utama timbulnya bronkitis kronik dan emfisema paru. Secara
patologis rokok berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mucus bronkus dari
metoplasi epitel skuarmus saluran pernafasan.
4. Infeksi
Infeksi
menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala yang timbul lebih berat.
Infeksi pernafasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan
infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri
yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus
pneumoniae.
D.
Patofisiologi
Pada emfisema, beberapa faktor penyebab
obstruksi jalan nafas yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi
lendir yang berlebihan, kehilangan rekoil elastis jalan napas, dan kolaps
bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami
kerusakan ( suatu proses yang dipercepat oleh infeksi tambahan ), area
permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang,
menyebabkan peningkatan ruang rugi ( area paru dimana tidak ada pertukaran gas
yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan
difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi
karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan
karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis
respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami
kerusakan jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat
dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi
dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan
(kor-pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya kongesti,
edema tungkai (edema dependen), distensi vena leher, atau nyeri pada region
hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan
menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk
mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronik dengan demikian menetap dalam
paru-paru yang mengalami emfisema, memperberat masalah.
Individu
dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai oleh peningkatan tahanan
jalan napas) ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru. Paru-paru
dalam keadaan hiperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan keluar
paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif
dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama eksprirasi.
Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani pasif
involunter, ekspansi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak nafas
pasien terus meningkat, dada menjadi kaku.
E.
Manifetasi
Klinis
Emfisema paru adalah suatu penyakit
menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-tahun. Biasanya mulai pada
pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul
perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul
batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan
perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat
menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia.
Gambaran
|
Emfisema
|
Mulai timbul
|
Usia 30-40 tahun
|
Sputum
|
Minimal
|
Dispnea
|
Dispnea relative dini
|
Rasio V/Q
|
Ketidak seimbangan
minimal
|
Bentuk tubuh
|
Kurus dan ramping
|
Diameter AP
dada
|
Dada seperti tong
|
Gambaran
Respirasi
|
Hiperventilasi
|
Volume paru
|
FEV 1 rendah
|
TLC dan RV meningkat
|
|
PaO₂
|
Normal/rendah
|
SaO₂
|
Normal
|
Polisitemia
|
Normal
|
Sianosis
|
Jarang
|
F.
Pemeriksaan
Penunjang
1. Sinar
X dada ( Chest X-Ray) : Dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diagfragma,
peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi/bula
(emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama
periode remisi (asma).
2. Tes
Fungsi paru : Dilakukan untuk menentukan penyeebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah
obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi untuk
mengevaluasi efek terapi, misal bronkodilator.
3. TCL
: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma, penurunan
emfisema.
4. Kapasitas inspirasi :
menurunnya pada emfisema.
5. Volume residu : meningkat
pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
6. FEV/FVC
: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada
bronkitis dan asma.
7. GDA
: memperkirakan progresi proses penyakit kronis, misal paling sering PaO2
menurun, dan PaCO2 normal
atau meningkat ( bronkitis kronis dan emfisema) tetapi sering menurun pada asma
; pH normal atau asidotik, alkalosis respiratorik ringan sekunder terhadap
hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
8. Bronkogram
: dapat menunjukan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps bronkial
pada ekspirasi kuat ( emfisema ), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada
bronkitis.
9. JDL
dan diferensial : hemoglobin meningkat ( emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).
10. Kimia
darah : Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema perifer.
11. Sputum :
kultur untuk menentukan adanya infeksi,
mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sistolik untuk mengetahui keganasan atau
gangguan alergi.
12. EKG
: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P ( asma berat ), distritmia atrial (bronkitis),
peninggian gelombang P pada lead II , III, AVF (bronkitis, emfisema ), aksis
ventrikel QRS (emfisema).
13. EKG latihan, tes stres : membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru,
mengevaluasi keefektivan terapi bronkodilator, perencanaan/ evaluasi program
latihan.
G.
Penatalaksanaan
1. Penyuluhan, menerangkan
pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus
dihindari dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
2. Pencegahan
a. Rokok, merokok harus
dihentikan meskipun sukar. Penyuluhan dan usaha yang optimal harus dilakukan.
b. Menghindari lingkungan
polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik,
terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya
terhadap saluran nafas.
c. Vaksin, dianjurkan
vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan infeksi
pneumokokus.
3. Terapi farmakologi,
tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai
komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan :
a. Pemberian bronkodilator,
golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15mg/kg BB peroral dengan
memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik
antara 10-15mg/L.
H.
Kompliksi
1. Sering mengalami infeksi
pada saluran pernafasan
2. Daya tahan tubuh kurang
sempurna
3. Tingkat kerusakan paru
semakin parah
4. Proses peradangan yang
kronis pada saluran nafas
5. Pneumonia
6. Atelaktasis
7. Meningkatkan resiko
gagal nafas pada pasien
I. Asuhan
Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas/istirahat
Gejala :
|
keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari sulit bernapas.
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam
posisi duduk tinggi.
Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap
aktivitas atau latihan.
|
Tanda :
|
Keletihan,
gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan massa otot.
|
b.
Sirkulasi
Gejala :
|
Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
|
Tanda :
|
Peningkatan
TD.
Peningkatan
frekuensi jantung/takikardia berat, distritmia. Distensi vena leher (
penyakit berat).
Edema
dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung. Bunyi jantung redup (
yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada).
Warna kulit/
membran mukosa : normal atau abu-abu/ sianosis; kuku tabuh dan sianosis
perifer. Pucat dapat menunjukkan anemia.
|
c.
Integritas
Ego
Gejala :
|
Peningkatan faktor resiko
Perubahan pola hidup
|
Tanda :
|
Ansietas,
ketakutan, peka rangsang
|
d.
Makanan/Cairan
Gejala :
|
Mual/muntah.
Nafsu makan
buruk/anoreksia (emfisema).
Ketidakmampuan
untuk makan karena distensi pernapasan. Penurunan berat badan menetap
(emfisema), peningkatan berat badan menunjukan edema (bronkitis)
|
Tanda :
|
Turgor kulit
buruk.
Edema
dependen.
Berkeringat.
Penurunan
berat badan, penurunan massa otot/ lemak subkutan (emfisema).
Palpitasi
abdominal dapat menyatakan hematomegali (bronkitis)
|
e.
Hygiene
Gejala :
|
Penurunan
kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
|
Tanda :
|
Kebersihan buruk, bau
badan.
|
f.
Pernapasan
Gejala :
|
Napas pendek (timbulnya tersembunyi dengan
dispnea sebagai gejala menonjol paada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca
atau episode berulangnya sulit napas (asma); rasa dada tertekan,
ketidakmampuan untuk bernapas ( asma) “lapar udara” kronis.
Batuk menetao
dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum
3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau,
putih, atau kuning) dan banyak sekali (bronkitis kronis).
Episode batuk
hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat
menjadi produktif (emfisema).
Riwayat
pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernapasan dalam jangka
panjang (mis rokok) atau debu/ asap (misal asbes,debu batubara, rami katun,
serbuk gergaji).
Faktor
keluarga dan keturunan, misal defisiensi alfa-antitripsin (emfisema).
Penggunaan
oksigen pada malam hari atau terus menerus.
|
Tanda :
|
Pernapasan: biasanya cepat, dapat lambat ; fase
ekspirasi memanjang dengan mendengkur, nafas bibir ( emfisema ).
Lebih memilih
posisi tiga titik (“tripot”) untuk bernapas (khususnya dengan eksaserbasi
akut bronkitis kronis).
Penggunaan
otot bantu pernapasan, misal meninggikan bahu, retraksi fosa supraklafikula, melebarkan
hidung.
Dada : dapat
terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk-barrel); gerakan
diafragma minimal.
Bunyi nafas :
mungkin redup degan ekspirasi (emfisema); menyebar, lembut, atau krekels
lembab kasar (bronkitis); ronki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi
napas (asma).
Perkusi :
hiperesonan pada area paru (mis jebakan udara dengan emfisema); bunyi pekak
pada area paru (misal, konsolidasi, cairan, mukosa).
Kesulitan
bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
Warna : pucat
dengan sianosis bibir dan dasar kuku ; abu-abu keseluruhan; warna merah
(bronkitis kronis, “biru menggembung).
Pasien dengan
emfisema sedang sering disebut “pink puffer” karena warna normal meskipun
pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernapasan cepat.
Tabuh pada jari-jari (
emfisema ).
|
g.
Kemanan
Gejala :
|
Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap
zat/faktor lingkungan.
|
Tanda :
|
Adanya/ berulangnya infeksi.
Kemerahan/berkeringat
(asma).
|
h.
Seksualitas
Gejala :
|
Penurunan libido.
|
i.
Interaksi
Sosial
Gejala :
|
Hubungan ketergantungan.
Kurang sistem pendukung.
Kegagalan dukungan
dari/terhadap pasangan/orang terdekat.
Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.
|
Tanda :
|
Ketidakmampuan untuk
membuat/mempertahankan suara karena distres
pernafasan.
Keterbatasan mobilitas fisik.
Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
|
j.
Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala :
|
Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan.
|
Tanda :
|
Kesulitan menghentikan merokok.
Penggunaan alkohol secara teratur.
Kegagalan untuk membaik.
|
2. Diagnosa
Keperawatan
Berdasarkan
patofisiologi di atas dan dari data pengkajian, diagnosis keperawatan utama
untuk klien adalah :
1. Bersihan
jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2.
Gangguan
pertukaran gas yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.
3. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
mual/muntah.
4.
Risiko
tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama.
5. Kurangnya
pengetahuan mengenai kondisi yang berhubungan dengan kurang informasi/tidak
mengenal sumber informasi.
3. Rencana/Intervensi
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan
dengan peningkatan produksi sekret.
Tujuan : Dalam
waktu 3x24 jam dapat mengatasi masalah ketidakefektifan jalan nafas.
Kriteria :
Sekret lancar dan jalan nafas bersih
Mandiri:
1.
Auskultasi
bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, mis., mengi, krekels, ronki.
Rasional:
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan
dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, mis., penebaran,
krekels basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema);
atau tak adanya bunyi napas (asma berat).
2.
Kaji/pantau
frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional:
Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan
atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.
3. Catat
adanya/derajat dispnea, mis., keluhan “lapar udara,” gelisah, ansietas,
distress pernapasan, penggunaan otot bantu.
Rasional:
Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis
selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis., infeksi,
reaksi alergi.
4. Kaji
pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk
pada sandaran tempat tidur.
Rasional: Peninggian
kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi.
Namun, pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk
bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu
menurunkan kelemah
5. Pertahankan
polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan
dengan kondisi individu.
Rasional:
Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
6.
Dorong/bantu
latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional:
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara.
7.
Observasi
karakteristik batuk, mis., menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk
memperbaiki keefektifan upaya batuk.
Rasional: Batuk
dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut,
atau kelemahan. Batuk paling efektifbpada posisi duduk tinggi atau kepala di
bawah setelah perkusi dada.
8. Tingkatkan
masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air
hangat. Anjurkan masukan cairan antara, sebagai pengganti makanan.
Rasional:
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran.
Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan
dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
Kolaborasi
9.
Berikan
obat sesuai indikasi. Bronkodilator, mis., β-agonis: epinefrin (Adrenalin,
Vaponefrin); albuterol (Proventil, Ventolin); terbutalin (Brethine, Brethaire);
isoetarin (Brokosol, Bronkometer).
Rasional: Merilekskan otot halus dan menurunkan
kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa.
Obat-obatan mungkin per oral, injeksi, atau inhalasi.
10. Xiantin, mis., aminofilin, oxtrifilin (Choledly);
teofilin (Bronkodly, Theo-Dur).
Rasional: Menurunkan edema mukosa dan spasme otot
polos dengan peningkatan langsung siklus AMP. Dapat juga menurunkan kelemahan
oto/kegagalan pernapasan dengan meningkatkan kontraktilitas diafragma. Meskipun
teofilin mungkin sedikit atau tak menguntungkan pada program obat β-agonis
adekuat. Namun, ini dapat mempertahankan bronkodilatasi sesuai penurunan efek
dosis antar β-agonis. Penelitian saat ini menunjukkan teofilin menggunakan
korelasi dengan penurunan frekuensi perawatan di rumah sakit.
11. Kromolin (Intal), flunisolida (Aerobid).
Rasional: Menurunkan inflamasi jalan napas lokaldan
edema dengan menghambat efek histamin dan mediator lain.
12. Steroid oral, IV, dan inhalasi; metilprednisolon
(Medrol); deksametason (Decadral); antihistamin mis., beklometason (Vanceril,
Beklonent); triamsinolon (Azmacort).
Rasional: Kortikosteroid digunakan untuk mencegah
reaksi alergi/menghambat pengeluaran histamine, menurunkan berat dan frekuensi
spasme jalan napas, inflamasi pernapasan, dan dispnea.
13. Antimicrobial.
Rasional: Banyak antimicrobial dapat diindikasikan
untuk mengontrol infeksi pernapasan/pneumonia. Catatan: meskipun taka da
pneumonia, terapi dapat meningkatkan aliran udara dan memperbaiki hasil.
14. Analgesik, penekan batuk/antitusif mis., kodein,
produk dextrometorfan (Benylin DM, Comtrex, Novahistine).
Rasional: Batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan
untuk menghemat energy dan memungkinkan pasien istirahat.
15.Berikan humidifikasi tambahan, mis., nebuliser
ultranik, humidifier aerosol ruangan.
Rasional: Kelembaban menurunkan kekentalan secret
mempermudah pengeluaran dan dapat membantu menurunkan/mencegah pembentukan
mukosa tebal pada bronkus.
16. Bantu pengobatan pernapasan, mis., IPPB, fisioterapi
dada.
Rasional: Drainase postural dan perkusi bagian penting
untuk membuang banyaknya sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen
dasar paru. Catatan: dapat meningkatkan spasme bronkus pada asma.
17. Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada.
Rasional: Membuat dasar untuk pengawasan
kemajuan/kemunduran proses penyakit dan komplikasi.
2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurangnya
suplai oksigen.
Tujuan: Dalam
waktu 3x24 jam dapat menujukkan perbaikan ventilasi & oksigenasi jaringan
yang adekuat.
Kriteria:
Menunjukkan perbaikan ventilasi & oksigenasi.
Mandiri
1. Kaji frekuensi,
kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir,
ketidakmampuan bicara/bincang.
Rasional: Berguna
dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
2. Tinggikan kepala tempat
tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong
napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu.
Rasional: Pengiriman
oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk
menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
3.
Kaji/awasi secara rutin
kulit dan warna membran mukosa.
Rasional: Sianosis
mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau
daun telinga. Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
4.
Dorong mengeluarkan
sputum;penghisapan bila diindikasikan.
Rasional: Kental,
tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada
jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
5. Austulkasi bunyi napas,
catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
Rasional: Bunyi
napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya
mengi mengindikasikan spasme bronkus/tertahannya sekret. Krekels basah menyebar
menunjukan cairan pada intertisidial/dekompensasi jantung.
6.
Palpasi fremitus
Rasional: Penurunan
getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
7.
Awasi tingkat
kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan.
Rasional: Gelisah
dan ansietas adalah menifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk disertai
bingung/somnolen menunjukan disfungi serebral yang berhubungan dengan
hipoksemia.
8.
Evaluasi tingkat
toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktivitas
pasien atau dorong untuk tidur/istirahat dikursi selama fase akut. Mungkinkan
pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi
individu.
Rasional: Selama
distres pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu
melakukan aktifitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat
diselingi aktivitas perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun,
program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa
menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.
9.
Awasi tanda vital dan
irama jantung.
Rasional: Takikardia,
distrimia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.
Kolaborasi
10. Awasi/gambarkan
seri GDA dan nadi oksimetri.
Rasional: PaCO2
biasanya meningkat (bronkitis, emfisema) dan PaCO2 secara umum
menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar.
Catatan: PaCO2 “normal” atau meningkat menandakan kegagalan
pernapasan yang akan datang selama asmatik.
11. Berikan
oksigen yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
Rasional: Dapat
memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan: emfisemia kronis, mengatur
pernapasan pasien diitentukan oleh kadar CO2 dan mungkin dikeluarkan dengan
peningkatan PaO2 berlebihan.
12. Berikan
penekan SSP (mis., antiansinetas, sedatif, atau narkotik) dengan hati-hati.
Rasional: Digunakan
untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan,
eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal napas.
13. Bantu
intubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik, dan pindahkan ke UPI sesuai
instruksi untuk pasien.
Rasional: Terjadinya
kegagalan napas yang akan datang memerlukan upaya tindakan penyelamatan hidup.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan anoreksia, mual/muntah.
Tujuan: Dalam
waktu 3x24 jam nutrisi klien membaik.
Kriteria: Menunjukkan
peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
Mandiri
1. Kaji kebiasaan diet,
masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan
dan ukuran tubuh.
Rasional: Pasien
distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan
obat. Selain itu, banyak pasien PPOM mempunyai makan buruk, meskipun kegagalan
pernapasan membuat status hipermetabolis dengan peningkatan kebutuhan kalori.
Sebagai akibat pasien sering masuk RS dengan beberapa derajat mal nutrisi.
Orang yang mengalami emfisema sering kurus dengan perototan kurang.
2.
Auskultasi bunyi usus.
Rasional: Penurunan/hipoaktif
bising usus menunjukkan penurunan mobilitas gaster dan konstipasi (komplikasi
umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan
buruk, penurunan aktifitas, dan hipoksemia.
3. Berikan perawatan oral
sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.
Rasional: Rasa
tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan dan
dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
4. Dorong periode
istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil
tapi sering.
Rasional: Membantu
menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk
meningkatkan masukan kalori total.
5.
Hindari makanan
penghasil gas dan minuman berkarbonat.
Rasional: Dapat
menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan
diagfragma, dan dapat meningkatkan dispnea.
6.
Hindari makanan yang
sangat panas atau sangat dingin.
Rasional: Suhu
ekstrem dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk.
7.
Timbang berat badan
sesuai indikasi.
Rasional: Berguna
untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi. Catatan; penurunan berat badan dapat berlanjut,
meskipun masukan adekuat sesuai teratasinya edema.
Kolaborasi
8.
Konsul ahli
gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah dicerna, secara
nutrisi seimbang, mis., nutrisi tambahan oral/selang, nutrisi parenteral (rujuk
ke DK: Dukungan Nutrisi Total).
Rasional: Metode
makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi.
9. Kaji pemeriksaan
laboraturium, mis., albumin serum, transferin, profil asam amino, besi,
pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati,
elektrolit. Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi.
Rasional: Mengevaluasi/mengatasi
kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
10. Berikan
oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan
dispnea dan meningkatkan energi untuk makan meningkatkan masukan.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan
tidak adekuatnya pertahanan utama.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam mengidentifikasi
intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
Kriteria:
Mencegah atau menurunkan risiko infeksi.
Mandiri
1.
Awasi suhu.
Rasional: Demam dapat terjadi karena infeksi dan/atau
dehidrasi.
2. Kaji pentingnya latihan napas, batuk
efektif, perubahan posisi sering, dan masukkan cairan adekuat.
Rasional: Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan
pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi paru.
3.
Observasi warna, karakter, bau sputum.
Rasional: Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.
4.
Tunjukkan dan bantu pasien tentang
pembuangan tisu dan sputum. Tekankan cuci tangan yang benar (perawat dan pasien)
dan penggunaan sarung tangan bila memegang/membuang tisu, wadah seputum. Awasi pengunjung; berikan masker sesuai indikasi.
Rasional: Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.
5.
Dorong keseimbangan antara aktivitas dan
istirahat.
Rasional: Menurunkan potensial teroajan pada penyakit
infeksius (misalnya ISK).
6.
Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi
adekuat.
Rasional: Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan oksigen
dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
Kolaborasi
7. Dapatkan spesimen sputum dengan batuk atau
penghisapan untuk pewarnaan kuman gram, kultur/sensitivitas.
Rasional: Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan
menurunkan tahanan terhadap infeksi.
8.
Berikan antimikrobial sesuai indikasi.
Rasional: Dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab
dan kerentanan terhadap berbagai antimikrobial.
5. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi yang
berhubungan dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan: Dalam
waktu 3x24 jam dapat memahami kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Kriteria: Mengidentifikasi
hubungan tanda/gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan
faktor penyebab.
Mandiri
1. Jelaskan/kuatkan
penjelasan pasien penyakit individu dorong pasien/orang terdekat untuk menanyakan
pertanyaan
Rasional: Menurunkan ansietas dan
dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
2. Intruksikan/kuatkan
rasional untuk latihan napas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Rasional: Napas bibir dan napas
abnominal/diagfragmatik menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan
kolaps jalan napas kecil, dan memberikan individu arti untuk mengontrol
dipsnea. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot
dan rasa sehat.
3. Tunjukkan
teknik menggunakan dosis inhaler (matered-dose-inhaler/MDI) seperti bagaimana
memegang, interfal semprotan 2-5menit, bersihkan inhaler.
Rasional: Pasien ini sering
mendapat obat pernafasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping hampir
sama dan potensial interaksi obat.
4. Diskusikan
obat pernapasan, efek samping, dan reaksi yang tak diinginkan.
Rasional: Penring bagi pasien
memahami perbedaan antara efek samping mengganggu (obat dilanjutkan) dan efek
samping merugikan (obat mungkin diberhentikan atau diganti).
5. Anjurkan
menghindari agen sedatif antiansietas kecuali diresepkan diberikan oleh dokter
mengobati kondisi pernafasan.
Rasional: Meskipun pasien mungkin
gugup dan merasa perlu sedatif, ini dapat menekan pernafasan dan melindungi
mekanisme batuk.
6. Diskusikan
pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi pernafasan aktif. Tekankan
perlunya vaksinasi influenza/pnemokokal rutin.
Rasional: Menurunkan pemajanan
dan insiden mendapatkan infeksi saluran napas atas
7. Diskusikan faktor
individu yang meningkatkan kondisi, misalnya udara terlalu kering, angin,
lingkungan dengan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, sprei aerosol, polusi
udara. Dorong pasien/orang terdekat untuk mencari cara mengontrol faktor ini
dan sekitar rumah.
Rasional: Faktor lingkungan ini
dapat menimbulkan / meningkatkan iritasi bronkial menimbulkan peningkatan
produksi sekret dan hambatan jalan
napas.
8. Kaji
efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan rokok pada pasien dan/atau
orang terdekat.
Rasional: Penghentian rokok dapat
memperlambat/menghambat kemajuan PPOM. Namun, meskipun pasien ingin
menghentikan merokok, diperlukan kelompok pendukung dan pengawasan medik.
Catatan: penelitian menunjukkan bahwa rokok “side-stream” atau “second hand”
dapat terganggu seperti halnya merokok nyata.
9. Berikan
informasi tentang pembatasan aktivitas dan aktivitas pilihan dengan periode
istirahat untuk mencegah kelemahan ; cara menghemat energi selama aktivitas
(misalnya menarik dan mendorong, duduk, dan berdiri sementara melakukan tugas);
menggunakan napas bibir, posisi berbaring dan kemungkinan perlu oksigen
tambahan selama aktivitas seksual.
Rasional: Mempunyai pengetahuan
ini dapat memampukan pasien untuk membuat pilihan/keputusan informasi untuk
menurunkan dispnea, memaksimalkan tingkat aktivitas, melakukan aktivitas yang diinginkan
dan mencegah komplikasi.
10. Diskusikan
pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik, dan kultur sputum.
Rasional: Pengawasan proses
penyakit untuk membuat program terapi untuk memenuhi perunahan kebutuhan dan
dapat membantu mencegah komplikasi.
11. Kaji
kebutuhan/dosis oksigen untuk pasien yang pulang dengan oksigen tambahan.
Rasional: Menurunkan risiko
kesalahan penggunaan (terlalu kecil/terlalu banyak) dan komplikasi lanjut.
12. Anjurkan
pasien/orang terdekat dalam penggunaan oksigen aman dan merujuk ke perusahaan
penghasil sesuai indikasi.
Rasional: Pasien ini dan orang
terdekatnya dapat mengalami ansietas, depresi, dan reaksi lain sesuai dengan
penerimaan dengan penyakit kronis yang mempunyai dampak pada pola hidup mereka.
Kelompok pendukung dan/atau kunjungan rumah mungkin diperlukan atau diinginkan
untuk memberikan bantuan, dukungan emosi, dan perawatan.
13. Rujuk
untuk evaluasi perawatan di rumah bila diindikasikan. Berikan rencana perawatan
detil dan pengkajian dasar fisik untuk perawatan di rumah sesuai kebutuhan
pulang dan perawatan akut.
Rasional: Memberikan kelanjutan
perawatan. Dapat membantu menurunkan frekuensi perawatan di rumah sakit.
4. Implementasi
Pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, untuk memperlambat
kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi, obstruksi jalan napas untuk
menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik mencakup:
a. Tindakan pengobatan
dimaksudkan untuk memperbaiki ventilasi dan menurunkan upaya bernapas.
b.
Pencegahan dan pengobatan
cepat terhadap infeksi.
c.
Teknik terapi fisik untuk
memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonari.
d.
Pemeliharaan kondisi
lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernapasan.
e.
Dukungan psikologis.
f.
Penyuluhan pasien dan
rehabilitasi yang berkesinambungan.
g.
Bronkodilator.
Bronkodilator diresepkan untuk mendilatasi jalan nafas karena preparat
ini melawan edema mukosa maupun spasme muskular dan membantu mengurangi
obstruksi jalan nafas serta memperbaiki pertukaran gas.Medikasi ini mencakup
antagonis β-adrenergik (metoproterenol, isoproterenol) dan metilxantin
(teofilin, aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronkial.
Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per
rektal atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol
bertekanan, nebuliser.Bronkodilator mungkin menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan termasuk takikardia, disritmia jantung, dan perangsangan sisten
saraf pusat. Metilxantin dapat juga menyebabkan gangguan gastrointestinal
seperti mual dan muntah.
Terapi Aerosol
Aerosolisasi (proses membagi partikel mrnjadi serbuk yang sangat halus)
dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu
dalam bronkodilatasi. Aerosol yang dinebulizer menghilangkan edema mukosa dan
mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini mempermudah proses pembersihan
bronkhiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi dan memperbaiki fungsi
ventilasi.
Pengobatan Infeksi
Pasien dengan emfisema rentan dengan infeksi paru dan harus diobati pada
saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi seperti sputum purulen, batuk meningkat
dan demam. Organisme yang paling sering adalah S. pneumonia, H. influenzae, dan
Branhamella catarrhalis. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin,
amoksisilin atau trimetoprim-sulfametoxazol (Bactrim) mungkin diresepkan.
Oksigenasi
Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan
emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah
untuk meningkatkan tekanan oksigen hingga antara 65 dan 80 mmHg. Pada emfisema
berat, oksigen diberikan sedikitnya 16 jam perhari sampai 24 jam perhari.
Fisioterapi
Tujuan dari fisioterapi adalah :
a. Membantu mengeluarkan sputum dan meningkatkan efisiensi batuk.
b. Mengatasi gangguan pernapasan pasien.
c.
Memperbaiki gangguan
pengembangan thoraks.
d. Meningkatkan kekuatan otot-otot pernapasan.
Mengurangi spasme otot
leher.Penerapan fisioterapi :
1. Postural Drainase
Salah satu tehnik membersihkan jalan napas akibat akumulasi sekresi
dengan cara penderita diatur dalam berbagai posisi untuk mengeluarkan sputum
dengan bantuan gaya gravitasi.
Tujuannya untuk mengeluarkan sputum yang terkumpul dalam lobus paru,
mengatasi gangguan pernapasan dan meningkatkan efisiensi mekanisme batuk .
2. Breathing Exercises
Dimulai dengan menarik napas melalui hidung dengan mulut tertutup
kemudian menghembuskan napas melalui bibir. Posisi yang dapat digunakan adalah
tidur terlentang dengan kedua lutut menekuk atau kaki ditinggikan, duduk di
kursi atau di tempat tidur dan berdiri.
Tujuannya untuk memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan
pernapasan, meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernapasan,
mendapatkan relaksasi otot-otot dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara
pergerakan dada.
3. Latihan Batuk
Merupakan cara yang paling efektif untuk membersihkan laring, trakea,
bronkioli dari sekret dan benda asing.
4. Latihan Relaksasi
Secara individual penderita sering tampak cemas, takut karena sesat
napas dan kemungkinan mati lemas. Dalam keadaan tersebut, maka latihan
relaksasi merupakan usaha yang paling penting dan sekaligus sebagai langkah
pertolongan.
Metode yang biasa digunakan adalah Yacobson.
Contohnya : Penderita di tempatkan dalam ruangan yang hangat, segar dan
bersih, kemudian penderita ditidurkan terlentang dengan kepala diberi bantal,
lutut ditekuk dengan memberi bantal sebagai penyangga.
5. Evaluasi
a.
Menunjukkan perbaikan
ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan
bebas gejala distres pernafasan.
b.
Mempertahankan jalan
nafas paten dengan bunyi nafas bersih atau jelas.
c.
Menujukan perilaku atau
perubahan pola hidup untuk meningkatkan atau mempertahankan berat yang tepat.
d.
Kemandirian dalam
aktifitas perawatan diri.
e.
Mendapatkan mekanisme
koping yang efektif dan ikutserta dalam program rehabilitasi paru dan nyeri.
f.
Melakukan perubahan
pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Emfisema merupakan
pengembangan paru yang ditandai dengan pelebaran ruang udara didalam paru-paru
disertai destruksi jaringan yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
rokok dan faktor genetik dengan defisiensi alfa antitripsin. Akibat dua faktor
tersebut perjalanan udara terganggu dan kesulitan espirasi sebagai akibat dari
destruksi dinding di antara alveoli, kolaps jalan nafas sebagaian, dan
kehilangan elastisitas paru.
Emfisema dapat
diketahui dengan pemeriksaan sinar x dada, yang dapat menunjukan hiperinflation
paru, mendatarnya restrostinal.
Masalah
keperawatan yang timbul pada emfisema adalah ketidakefektifan jalan nafas
gangguan pertukaran gas,gangguan pemenuhan nutrisi,resiko infeksi.dan ketidak
tahuan atau pemenuhan informasi sebelum mendapatkan keperawatan,perawat
melakukan pengkajian,setelah melakukan pengkajian,perawat menganalisa data yang
didapat dari pengajian tersebut.kemudian didapatkan masalah keperawatan dan
tindakan yang akan dilakukan dalam melakukan perawatan.setelah melakukan
tindakan perawat harus melakukan tindaka akhir yaitu evaluasi.
B.
Saran
Sebagai perawat
diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap penderita
emfisema.perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik.dalam hal ini
melakukan penyuluhan mengenai pentingnya hal-hal yang dapat memperberat
penyakit,hal-hal yang harus dihindari dan bagaimana cara pengobatan yang baik .