ASUHAN
KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN DENGAN BRONKHITIS
DALAM
RANGKA MENYELESAIKAN TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH (KMB I) SISTEM
RESPIRASI
Disusun
Oleh :
Diana
Dwi Pratiwi (15009)
Rahayu
Setianengsih (15037)
Rahmawati (15038)
Ratna Anti Legiyanto (15039)
Siti Hariyanti (15040)
Sulitya
Eka Anggraini (15042)
AKADEMI
KEPERAWATAN HARUM JAKARTA
TAHUN
2016
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
|
……………………………………………………………...
|
i
|
||||||||||||
DAFTAR
ISI
|
……………………………………………………………………….
|
ii
|
||||||||||||
BAB
I PENDAHULUAN
|
|
|
||||||||||||
1.1 Latar Belakang
|
…………………………………………………………..
|
1
|
||||||||||||
1.2 Tujuan Penulisan
|
…………………………………………………………
|
2
|
||||||||||||
1.3 Manfaat Penulisan
|
…………………………………………………………
|
3
|
||||||||||||
1.4 Metode Penulisan
|
……………………………………………………….
|
3
|
||||||||||||
1.5 Ruang Lingkup Penulisan
|
…………………………………………………
|
3
|
||||||||||||
1.6 Sistematika Penulisan
|
…………………………………………………….
|
3
|
||||||||||||
BAB
II PEMBAHASAN
|
|
|
||||||||||||
2.1 Anatomi Pernafasan
|
……………………………………………………...
|
4
|
||||||||||||
2.2 Fisiologi Pernafasan
|
…………………………………………………….
|
5
|
||||||||||||
2.3 Pengertian Bronkhitis
|
……………………………………………………..
|
6
|
||||||||||||
2.4 Etiologi
|
…...………………………………………………………….......
|
6
|
||||||||||||
2.5 Patofisiologi
|
.......………………………………………………………....
|
7
|
||||||||||||
2.6 Tanda dan Gejala
|
…………………………………………………………
|
8
|
||||||||||||
2.7 Manifestasi Klinis
|
………………………………………………………..
|
8
|
||||||||||||
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
|
…………………………………………………
|
8
|
||||||||||||
2.9 Penatalaksanaan
|
..........................................................................................
|
10
|
||||||||||||
2.10 Komplikasi
|
………………………………………………………….
|
11
|
||||||||||||
2.10Asuhan
Keperawatan
|
…….……………………………………………......
|
11
|
||||||||||||
A. Pengkajian
|
…………………………………………………………….
|
11
|
||||||||||||
B. Diagnosa
Keperawatan
|
………………………………………………
|
14
|
||||||||||||
C. Perencanaan
Keperawatan
|
…………………………………………...
|
14
|
||||||||||||
D. Implementasi
|
…………………………………………………………
|
19
|
||||||||||||
E. Evaluasi
|
………………………………………………………………..
|
20
|
||||||||||||
BAB
III PENUTUP
|
|
|
||||||||||||
3.1 Kesimpulan
|
………………………………………………………………..
|
21
|
||||||||||||
3.2 Saran
|
………………………………………………………………..
|
21
|
||||||||||||
DAFTAR
PUSTAKA
|
|
|
||||||||||||
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang.
Bronkhitis adalah
hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis yang berulang-ulang minimal 3
bulan pertahun atau paling sedikit 2 tahun berturut-turut pada pasient yang
diketahui tidak terdapat penyebab lain. (marilynn E.Doenges, 1999).
Perubahan bronkuus
berupa destruksi elemen elastis dan otot polos bronkus. Bronkus yang terkena
biasanya bronkus kecil (medium side), sedangkan bronkus besar jarang terjadi.
Bronchitis dan emfisiema paru sering terdapat bersamaan pada seorang pasien
dalam keadaan lanjut, penyakit ini sering menhyebabkan obstruksi saluran nafas
yang menetap yang dinamakan kronik obstruksi pulmonary disease.
Penyebab utama adalah
merokok yang berat dan berjangka panjang, yang mengititasi tabung bronkial dan
menyebabkan mereka menghasilkan lendir yang berlebihan. Penyakit ini di temukan
di klinik dan di deritaoleh laki-laki dan dapat di derita mulai dari anak-anak
bahkan dapat merupakan kelainan kongenintal. Batuk mulai dengan batuk batuk
pagi hari , dan makin lama batuk makin berat, timbul siang hari maupun malam
hari, penderita terganggu tidurnya. Dahak,
spurtum putih/mukoid. Bila ada infeksi, spurtum menjadi purulen atau
mukopurulen atau kental. Sesak bila timbul infeksi, sesak nafas akan bertambah,
kadang kadang disertai tanda-tanda payah jantung kanan, lama kelamaan akan
timbul korpumonal yang menetap.
Diamerika Serikat
pravelensi rate untuk bronchitis kronik adalah berkissar 4,45% atau 12,1 juta
jiwa dari populasi perkiraan yang digunakan 293 juta jiwa. Sedangkan
ekstrapolasi (perhitungan) tingkat pravelensi bronchitis kronik di Mongolia
berkisar 122.393 orang dari populasi perkiraan yang digunakan adalah berkisar
2.751.314 juta jiwa. Untuk daerah ASEAN, Negara Thailand salah satu Negara yang
merupakan angka ekstrapolasi tingkat pravelensi bronchitis kronik yang paling
tinggi yaitu berkisar 2.885.561 jiwa dari populasi perkiraan yang digunakan
sebesar 64.865.523 jiwa, untuk Negara Malaysia berada disekitar
1.064.404
dari populasi perkiraan yang digunakan sebesar 23.552.482 jiwa (Rinaldi, 2013).
Angka kejadian bronchitis di Indonesia sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Namun, bronchitis merupakan salah satu bagian dari penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) yang terdiri dari bronchitis kronik dan emfisema atau gabungan
dari keduanya (PDPI, 2013). Menurut
Rinaldi (2013) di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien PPOK dengan
pravelensi 5,6%. Angka ini bisa meningkat sdengan makin banyaknya jumlah
perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau mantan perokok. Peran
perawat sangat diutamkan dan peranannya sebagai :
1. Promotif
: perawat berperan sebagai mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi
kesehatan pada penyakit bronkhitis.
Contohnya : pasien mendapatkan pendidikan kesehatan tentang penyakit bronkhitis.
2. Preventif
: perawat berperan sebagai pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan atau
penyakit yang berhubungan dengan penyakit bronkhitis. Contohnya : perawat dapat
memberikan informasi seperti menjaga makanan dengan baik.
3. Kuratif
: perawat berperan sebagai pengobatan yang ditunjukkan untuk penyembuhan
penyakit, pengurangan penderita akibat penyakit, pengendalian penyakit.
Contohnya : perawat memberikan pengobatan secara teratur hasil kolaborasi
dengan dokter.
4. Rehabilitatif
: peran perawat sebagai mengendalikan pasien kedalam masyarakat sehingga dapat
berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang bergina untuk dirinya dan
masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Contohnya : perawat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit bronkhitis.
.
1.2 Tujuan
Penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah I Sistem Respirasi Asuhan Keperawatan Pada
Gangguan Sistem Pernafasan Dengan Bronkhitis.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian bronkhitis
2. Mahasiswa
mampu menjelaskan etiologi bronkhitis.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi
bronkhitis.
4. Mahasiwa
mampu menjelaskan tanda dan gejala bronkhitis
5. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi
bronkhitis.
6. Mahasiwa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik
bronkhitis.
7. Mahasiswa
mampu menjelaskan penatalaksanaan bronkhitis.
8. Mahasiswa
mampu menjelaskan asuhan keperawatan bronkhitis.
1.3 Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa
mengetahui konsep dasar bronkhitis.
2. Mahasiswa
mampu melakukan proses asuhan keperawatan dengan bronkhitis.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah
ini untuk memperoleh referensi kelompok menggunakan sistem metode kepustakaan
dengan membaca, memahami, mempelajari buku-buku referensi yang terkait dalam
asuhan keperawatan dengan bronkhitis, dan sumber lain.
1.5 Ruang Lingkup Penulisan
Ruang lingkup penulisan
makalah ini adalah hanya membahas tentang asuhan keperawatan dengan bronkhitis.
1.6 Sistematika
Penulisan
Bab
1: Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan,
Metode Penulisan, Ruang Lingkup Penulisan, Sistematika Penulisan.
Bab2:
Anatomi
saluran pernafasan, Fisiologi saluran
pernafasan,
Pengertian, Etiologi,
patofisiologi, Tanda dan gejala, Manifestasi klinis, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan diagnostik, Penatalaksanaan
tentang bronkhitis.
Bab
3: Asuhan Keperawatan.
Bab
4: Penutup, Saran, Daftar Pustaka.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Saluran Pernafasan
Nares anterior adalah saluran saluran didalam lubang
hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang di kenal sebagai
vestibulum (rongga) hidung. Vestibulum ini dilapisi epitelium bergaris yang
bersambung dengan kulit. Lapisan nares anterior memuat sejumlah kelenjar
sebaseus yang ditutupi bulu kasar. Kelenjar – kelenjar itu bermuara ke dalam
rongga hidung. Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir semua
pernafasan dilapisi epitelium silinder dan sel epitel berambut yang mengandung
sel cangkir atau sel lendir.
Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan
dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian
tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang hidung (nasofaring), di
belakang mulut dan dibelakang laring. Laring (tenggorok) terletak di depan
bagian terendah faring yang memisahkannya dari kolumna vertebra, berjalan dari
faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di
bawahnya. Trakea atau batang tenggorok kira-kira sembilan sentimeter
panjangnya. Trakea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra
torakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronkus. Trakea
tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tak lengkap berupa cincin
tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lngkaran di sebelah belakang trakea.
Paru
– paru ada dua, merupakan aat pernafasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada.
Terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung
beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam
mediastinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks di atas
dan muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam dasar leher. Lobus
paru-paru (belahan paru-paru) dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura.
Paru-paru kanan Setiap lobus tersusun atas lobula. Pleura, setiap paru-paru
dilapisi mebran serosa rangkap dua, yaitu pleura. Pleura viseralis erat
melapisi paru-paru, masuk ke dalam fisura dan dengan demikian memisahkan lobus
satu dari yang lain. Membran ini kemudian dilipat kembali di sebelah tampuk
paru-paru dan membentuk pleura parietaslis dan melapisi bagian dalam dinding
dada.
2.2 Fisiologi Pernapasan
Fungsi
paru –paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada pernapasan
melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan
mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkilal ke
alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam darah diadalam
kapiler pulmonari.
Hanya
satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler yang memisahkan oksigen
dengan dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dpungut oleh hemoglobin sel
darah. Oksigen menembus membran ini dipungut oleh hemoglobin sel darah merah
dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dakam arteri kesemua bagian tubuh.
Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg. Dan pada tingkat
ini hemoglobinnya 95% persen jenuh oksigen.
Di
dalam paru-paru,karbon dioksida, ialah salah satu hasil buangan metabolisme,
menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah
melalui pipa bronkial dan trakea, dipanaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan
pulmoner atau pernapasan eksterna :
1.
Ventilasi pulmoner, atau gerak
pernapasan yang menukar udara dalam Alveoli dengan udara luar.
2.
Arus darah melalui paru-paru.
3.
Distribusi arus udara dan arus darah
sede,ikian sehingga dalam jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh.
4.
Difusi gas yang menembusi membran
pemisah alveoli dan kapiler. CO2 Lebih mudah berdifusi daripada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian
sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2
pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu
banyak CO2 dan terlampaui sedikit O2 jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam otak
untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini
mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.
2.3 Pengertian
Pengertian bronchitis
menurut para ahli :
Secara harfiah
bronchitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara
klinis para ahli mengartikan bronchitis sebagai suatu penyakit atau gangguan
respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa
bronchitis bukan penyakit yang terdiri bahwa bronchitis bukan penyakit yang
berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronchitis ikut
memegang peran (Ngastiyah, 1997).
Bronchitis berarti
infeksi bronkus. Bronchitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi
biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran pernafasanatas atau bersamaan
dengan penyakit saluran pernafsan atas lain seperti Sinobronkitis,
Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dengan sebagainya (Gunadi Santoso,
1994)
Bronkhitis adalah
hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis yang berulang-ulang minimal 3
bulan pertahun atau paling sedikit 2 tahun berturut-turut pada pasient yang
diketahui tidak terdapat penyebab lain. (marilynn E.Doenges, 1999).
Jadi bisa di simpulkan
bahwa bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya inflamasi
pada pembuluh darah bronchus, trakea dan bronchial. Inflamasi menyebabkan
bengkak pada permukaannya, mempersempit ruang pembuluh dan menimbulkan sekresi
dan cairan inflamasi.
2.4 Etiologi
Adalah 3 faktor utama yang mempengaruhui timbulnya
bronchitis yaitu rokok, infeksi dari populasi. Selain itu terdapat pula
hubungan dengan faktor keturunan dan status social.
a. Rokok
Menurut buku Report of
the WHO expert Comite on smoking control, roko adalah penyebab utama timbulnya
bronchitis. Terdapat hubungan yang erat
antara meroko dan penurunan VEP(penurunan ekspirasi paks) 1 detik.
Secara patologis roko berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan
metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan
bronkostriksi akut.
b. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis
disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang disebabkan infeksi
sekunder bakteri.
c. Polusi
Polusi tidak begitu
besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah meroko resiko
akan lebih tinggi. Zat-zat mengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
d. Keturunan
Belum diketahui secara
jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita
defisiensi alfa -1- antritripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan
ini diturunkan secara autosom resesif.
e. Faktor
sosial ekonomi
Kematian bronchitis
ternyata lebih banyak pada golongan ekonomi sosial ekonomi rendah, mungkin
disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
2.5 Patofisiologi
Penemuan patologis dari
bronchitis adalah hipertropi dari klenjar mukosa bronkus dan peningkatan
sejumlah sel golet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan
gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan
sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil-kecil sedemikian
rupa sampai brounchiolus rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama
adalah meroko dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri.
Mukus yang berlebihan
terjadi akibat displasia. Sel sel penghasil mukus di brounkhus. Selain itu
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Sel-sel penghasil mucus di bronkus. Selain itu, silia yang
mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mucus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem escalator
mukosilaris dan menyebabkan penumpukan mucus dalam jumlah besar yang sulit
dikeluarkan dari saluran nafas.
2.6 Tanda Dan Gejala
Tanda
dan gejala bronchitis dibagai menjadi 2, yaitu :
A.
Gejala batuk akut yaitu sebagai berikut
:
1.
Biasanya tidak demam, walaupun ada
tetapi rendah.
2.
Keadaan umum baik, tidak tampak sakit,
tidak sesak.
3.
Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis.
B.
Untuk penyakit bronchitis kronis
gejalanya :
1.
Batuk yang memburuk di pagi hari dan
dalam cuaca lembab,
2.
Sering menderita infeksi saluran
pernafasan (seperti pilek atau flu) dengan batuk yang produktif dan memburuk.
3.
Anoreksia sehingga berat badan klien
sukur naik.
2.7 Manisfestasi
klinis
Batuk
mulai dengan batuk batuk pagi hari , dan makin lama batuk makin berat, timbul
siang hari maupun malam hari, penderita terganggu tidurnya.
Dahak,
spurtum putih/mukoid. Bila ada infeksi, spurtum menjadi purulen atau
mukopurulen atau kental. Sesak bila timbul infeksi, sesak nafas akan bertambah,
kadang kadang disertai tanda-tanda payah jantung kanan, lama kelamaan akan
timbul korpumonal yang menetap.
2.8 Pemeriksaan
diagnostik.
a. Pemeriksaan
radiologis
Tubular shadow atau traun lines terlihat
bayangan garis yang pararel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut
adalah bayangan bronchus yang menebal.
b. Pemeriksaan
fungsi paru
c. Analisis
gas darah
1) Pa
O2 : rendah (normal 80-100 mmHg)
2) Pa
CO2 : tinggi (normal 35-45 mmHg)
3) Saturasi
hemoglobin menurun
4) Eritropoesis
bertambah
d. Tes
fungsi paru : untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi,
memperkirakan derajat disfungsi.
1)
TLC : meningkat
2)
Volume residu : meningkat
3)
FEV1/FVC : rasio volume meningkat
e. Bronchogram
: menunjukkan dilatasi silinder
brounchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
f. Sputum
: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.
g. EKG
: distritmia atrial, peninggian gelombang p pada lead II,III,AVF.
2.9 Penatalaksanaan
a. Tindakan
suportif
Pendidikan
bagi pasien dan keluarganya tentang :
1. Menghindari
meroko
2. Menghindari
iritan lainnya yang dapat terhirup
3. Mengontrol
suhu dan kelembaban lingkungan.
4. Nutrisi
yang baik
5. Hidrasi
yang adekuat
b. Terapi
khusus (pengobatan)
1. Bronchidalator
: salbutamol, aminophilin
2. Antimikroba
: amoxillin
3. Kortikosteroid
: dexametason, prednisone
4. Terapi
pernafasan
5. Terapi
aerosol : bricasma inhaler
6. Terapi
oksigen
7. Latihan
relaksasi
8. Meditasi
9. Rehabillitas
Penatalaksanaan
bronchitis kronis juga dapat dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah
timbulnya penyulit, meliputi :
a. Edukasi
yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk mengenali gejala dan
faktor-faktor pencetus kekambuhan bronchitis kronik.
b. Sedapat
mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.
c. Rehabilitasi
medic untuk mengoptimalkan fungsi pernafasan dan mencegah kekambuhan,
diantaranya dengan olahraga sesuai usia dan kemampuan, istirahat dalam jumlah
yang cukup, makan-makanan yang bergizi.
d. Oksigenisasi
atau terapi oksigen.
e. Obat-obatan
bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.
2.10 Komplikasi
Komplikasi
nya yaitu :
a. Bronkhitis
akut yang tidak ditangani cenderung menjadi bronchitis kronik.
b. Pada
anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, teteapi pada anak dengan gizi kurang
dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia.
c. Bronkhitis
kronik menyebabkan mudah terserang infeksi.
d. Bila
sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau bronkietaksis.
2.11 Asuhan Keperawatan
A.
Pengkajian
a. Identitas: lebih sering terjadi pada anak-anak,
prevalensinya meningkat pada perokok, orang yang berkeja atau tinggal di daerah
industri.
b.
Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh sesak nafas.
c. Riwayat penyakit sekarang.
Klien pada umumnya mengeluh dadanya terasa sesak dan
tersa sulit untuk bernafas. Diawali
batuk produktif berulang 3bulan tidak diketahui sebabnya.
d. Riwayat penyakit dahulu
Merupakan factor pencetus timbulnya bronchitis
(infeksi saluran nafas, adanya riwayat alergi , stress). Frekuensi timbulnya
weezing. Lama pengnaan obat-obatan sebelumnya misalnya bronchodilator atau
mukolitik. Adapun riwayat asma adanya faktor ketirunan terhadap alergi.
e.
Riwayat penyakit
keluaga
Adanya penyakit yang diderita oleh anggota keluarga
yang lalu yang mungkin ada hubunganya dengan penyakit klien sekarang ataupun
misalnya DM, dan hipertensi
f.
Riwaya
psikososial-spiritual
1.
Psikologis:
perasanan yang dirasakan oleh klien, apakah cemas/sedih?
2.
Social:
bagaimana hubungan klien dengan orang lain maupun orang terdekat klien dan
lingkungan?
3.
Spiritual:
apakah klien tetap menjalankan ibadah selama perawatan di rumah sakit?
Data dasar pengkajian pada pasien denan bronchitis:
a. Aktivitas/istirahat.
Gejala
:
1.
Keletihan,
kelelahan, malaise.
2.
Ketidak mampuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
3.
Ketidakmampuan
kita untuk tidur.
4.
Dispnea pada
saat istirahat.
5.
Keletihan
6.
Gelisah,
insomnia.
7.
Kelemahan
umum/kehilangan mas otot
b.
Sirkulasi
Gejala:
pembekakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung atau
takiardia berat.
Gejala
:
1.
Distensi vena
leher.
2.
Edema dependent
3.
Bunyi jantung
redup.
4.
Warna
kulit/membra mukosa normal/cyanosis.
5.
Pucat, dapat
menenjukan anemia.
c.
Integritas Ego
Gejala:
1.
Peningakatan
factor resiko.
2.
Perubahan pola
hidup.
Tanda:
ansien, ketakutan, peka rangsang
d. Makanan/cairan
Gejala:
1.
mual/muntah.
2.
Nafsu makan
buruk.
3.
Ketidak mampuan
untuk makan.
4.
Penurunan berat
badan. Peningkatan berat badan.
Tanda:
1.
Turgor kulit
buruk, edema dependen, berkeringat.
2.
Penurunan berat
badan, palpitasi abdomen.
d.
Hygiene
Gejala:
penurunana kemampuan/peningkatan kebutuhan.
Tanda:
kebersihan buruk, bau badan.
e.
Pernafasan
Gejala:
batuk menetap dengan produksi sekutum setiap hari selama minimum 3 bulan
berturut -turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun episode batuk hilang timbul.
Tanda:
1.
Pernafasan bisa
cepat.
2.
Pengunaan otot
bantu pernafasan.
3.
Bentuk barel chest,
gerakan diafragma miniman.
4.
Bunyi nafas
ronchi.
5.
Perkusi
kyperresonan pada area paru.
6.
Warna pucat
dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu-abu keseluruhan.
f.
Keamanan
Gejala:
1.
Riwayat reaksi
alergi terhadap zat/factor lingkuan.
2.
Adanya/berulangnya
infeksi.
g.
Seksualitas
Gejala:
penurunan libido.
h.
Intraksi social
Gejala:
1.
Hubungan ketergantungan.
2.
Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orangdeket.
3.
Penyakit lama/ketidak mampuan membaik.
Tanda:
1.
ketidakmampuan
untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan
2.
Keterbatasan
mobilitas fisik.
3.
Kelalain
hubungan dengan anggota keluarga lain.
B.
Diagnosa Keperawatan
a.
Bersihan jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret.
b. Ganguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus.
c.
Pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan broncokontrisi, mucus.
d. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual
muntah.
e.
Risiko tinggi
terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya secret, proses penyakit kronis.
f.
Intoleran
aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
g.
Ansietas berhubungan
dengan perubahan status kesehatan.
h.
Kurang
pengetahuan berhungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
perawatan di rumah.
C.
Perencanaan
Keperawatan
a.
Bersihan jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret, hipertropi
kelenjar bronkus.
Tujuan
:
Mempertahankan
jalan nafas pasien dengan bunyi nafas bersih/jelas.
Kriteria
hasil :
1.
Ronchi (-).
2.
Secret keluar.
3.
RR menurun
16-24x/menit.
4.
Batuk efektif
(+).
Rencana Tindakan
|
Rasional
|
1.
Dorong/bantuan latihan nafas
abdomen/bibir dan batuk efektif.
|
Memberi cairan untuk mengatasi dan
mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara
|
2.
Tingkatan masukan cairan sampai
3000 ml/hari
|
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan
secret nenpermudah pengeluaran
|
3.
Fisioterapi dada: clapping dan
vibrating
|
Melepaskan secret dari tempat
perlekatan
|
4.
Postural drainage
|
Memudahkan pengaliran sektet
|
5.
Kolaborasi pemberian
bronchodilator
|
Membantu proses pengenceran sekret
|
6.
Auskultrasi bunyi nafas
|
Beberapa derajat spasme bronkus
terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya
bunti nafas
|
7.
Kaji/pantau frekuensi
pernafasan
|
Takipnea biasanya ada pada beberapa
derajat dan dapat ditemukan selama
adanya proses infeksi akut
|
8.
Observasi karakteristik batuk
|
Batuk dapat menetap tetapi tidak
efektif,khususnya pada lansia,penyakit akut atau kelemahan
|
b. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi,spasme
bronkus.
Tujuan:
Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan GDA
dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.
Kriteria hasil:
1. pH
: 7,35-7,45
2. Po
2: 80-100 mmHg, PCO : 35-45 mmHg.
3. Dyspnea.
Rencana tindakan
|
Rasional
|
1. Tinggikan
kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
|
Pengiriman
oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk
menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
|
2. Berikan
o2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA.
|
Dapat
memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
|
3. Awasi
GDA.
|
PaCO2
biasanya meningkat,dan PaO2 menurun sehingga hipoksia
terjadi derajat lebih besar/kecil.
|
4. Auskultasi
bunyi nafas
|
Bunyi
nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi.
|
5. Awasi
tanda vital dan irama jantung
|
Takikardia,distrimia
dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.
|
6. Kaji
frekuensi, kedalaman
|
Berguna
dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
|
c. Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi mucul.
Tujuan: perbaikan dalam pola nafas pasien teratasi.
Rencana tindakan
|
Rasional
|
1.
Ajarkan pasien
pernafandiafragmatik dan pernafasan bibir.
|
Membantu pasien memperpanjang waktu
ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efesien dan efktif.
|
2.
Berikan o2 tambahan.
|
Membantu menstabilkan pola nafas.
|
3.
Berikan dorongan untuk menyelingi
aktivitas dan periode
|
Memungkinkan pasien untuk melakukan
aktivitas tanpa distress berlebihan.
|
4.
Berikan dorongan penggunaan
pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
|
Menggunakan danmengkondisikan
otot-otot pernafasan.
|
d. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual
muntah.
Tujuan : menunjukkan
perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat
yang tepat.
Kriteria hasil :
1. Berat
badan normal.
2. Albumin
: 3,5-5 g/dL.
3. Hb : 11,5-16 g/dL.
4. Porsi
makan habis.
Rencana
Tindakan
|
Rasional
|
1.
Kaji kebiasaan diet.
|
Pasien distress
pernafasan akut, anoreksia karena dispenia, produksi sputum.
|
2.
Auskultasi bunyi usus.
|
Penurunan bising usus
menunjukkan penurunan mobilitas gaster.
|
3. Berikan
perawatan oral sebelum makan.
|
Rasa tidak enak, bau adalah
pencegahan utama yang dapat membuat mual dan muntah.
|
4.
Timbang berat badan sesuai
indikasi.
|
Berguna menentukan
kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatam rencana nutrisi.
|
5.
Konsultasi ahli gizi.
|
Kebutuhan kalori yang
didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal.
|
6. Motivasi
klien untuk makan.
|
|
e.
e. Risiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya secret, proses penyakit
kronis.
Tujuan :
mengidentifikasi intervensi untuk mencegah risiko tinggi.
Rencana
Tindakan
|
Rasional
|
1.
Awasi suhu.
|
Demam dapat terjadi
karena infeksi atau dehidrasi.
|
2.
Observasi warna, bau sputum.
|
Secret barbau, kuning
dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
|
3.
Tunjukkan dan bantu pasien
tentang pembungan sputum.
|
Mencegah penyebaran pathogen.
|
4.
Diskusikan kebutuhan masukan
nutrisi adekuat.
|
Malnutrisi dapat
mempengaruhi kesehatan umun dan menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
|
5.
Berikan anti mikroba sesuai
indikasi.
|
Dapat diberikan untuk
organisme khusus yang terindentifikasikan dengan kultur.
|
f. Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenisasi
Tujuan
: menunjukkan perbaiki dengan aktivitas intoleran.
Rencana
Tindakan
|
Rasional
|
1.
Dukung pasien dalam menegakkan
latihan teratur dengan menggunakan exercise, berjalan perlahan atau latihan
yang sesuai.
|
Otot-otot yang
mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak O2.
|
g. Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : pasien
akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas.
Rencana
tindakan :
Rencana
Tindakan
|
Rasional
|
1.
Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).
|
Dengan mengetahui
tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan tindakan selanjutnya.
|
2.
Berikan dorongan emosional.
|
Dukungan yang baik
memberikan semangat tinggi untuk menerima keadaan penyakit yang dialami.
|
3.
Beri dorongan mengungkapkan
ketakutan/masalah.
|
Mengungkapkan masalah
yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran yang dirasakan.
|
4.
Jelaskan jenis prosedur dari
pengobatan.
|
Penjelasan yang tepat
dan memahami penyakitnya sehiungga mau bekerjasama dalam tindakan perawatan
dan pengobatan.
|
5.
Beri dorongan spiritual.
|
Diharapkan kesabaran
yang tinggi untuk menjalani perawatan dan menyerahkan pada TYME atas
kesembuhannya .
|
h. Kurang
pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit
dan perawatan dirumah.
Tujuan: Melakukan perubahan pola
hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan
Rencana tindakan :
|
Rasional :
|
1.
Jelaskan proses penyakit individu
.
|
Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan
partisipasi pada rencana pengobatam .
|
2.
Instruksikan untuk latihan nafas
batuk efektif dan latihan kondisi umum.
|
Nafas bibir dan nafas abdominal
membantu meminimalkan kolaps jalan nafas dan meningkatkan toleransi aktivitas
.
|
3.
Diskusikan faktor individu yang
meningkatkan kondisi misalnya udara,serbuk,asap tembakau .
|
Faktor lingkungan dapat menimbulkan
iritasi bronchial dan peningkatan produksi secret jalan nafas.
|
D.
Implementasi
Pada tahap ini untuk
melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana
perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat
waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan
mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan perawatan keperawatan
diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah
pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat
memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit.
E.
Evaluasi.
Pada tahap akhir proses
keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawtan yang diberikan
untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi merupakan
proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatn, respon
pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan
kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi, keperawatan/hasil
pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang
telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, peratukaran
gas adekuat,masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas
meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan.
Secara
harfiah bronchitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi
bronkus. Secara klinis para ahli
mengartikan bronchitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan
batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronchitis
bukan penyakit yang terdiri bahwa bronchitis bukan penyakit yang berdiri
sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronchitis ikut memegang
peran. Secara klinis para ahli mengartikan bronchitis sebagai suatu penyakit
atau gangguan respiratorik dengan batuki merupakan gejala utama dan dominan.
Ini berarti bahwabronkhitis buka merupakan penyakit berdiri sendiri melainkan
dari berbagai penyakit lain juga. Penyakit brobnkhitis memang derajat bahayanya
lain seperti jantung, kanker, dan lainnya. Namun, jika tidak segera ditangani,
bukan mustahil akan membahayakan. Bronchitis memang termasuk penyakit ringan
tetapi, jika diderita oleh penderita penyakit lain yang bersifat tahunan
seperti jantung maupun paru-paru sifatnya akan membahayakan. Ada faktor utama
yang mempengaruhui timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dari populasi,
keturunan, faktor sosial ekonomi.
Tanda
dan gejala bronchitis dibagai menjadi 2, yaitu : gejala batuk akut yaitu
sebagai berikut : biasanya tidak demam walaupun ada tetapi rendah, keadaan umum
baik, tidak tampak sakit, tidak sesak, mungkin disertai nasofaringitis atau
konjungtivitis. Untuk penyakit bronchitis kronis gejalanya : batuk yang
memburuk di pagi hari dan dalam cuaca lembab, Sering menderita infeksi saluran
pernafasan (seperti pilek atau flu) dengan batuk yang produktif dan memburuk, Anoreksia
sehingga berat badan klien sukur naik.
3.2
Saran.
1. Mahasiswa
Agar mahasiswa mampu
menerapkannya dalam rangka memberikan asuhan keperawatan pada klien pada
gangguan sistem respirasi dengan bronkhitis yang meliputi
pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, dan evaluasi,sebaik mungkin
sesuai kebutuhan klien.
2. Institusi
Agar dapat dijadikan
referensi mata ajar keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah sistem
respirasi. Sehingga mahasiswa dapat menekankan pendidikan kesehatan terhadap
penderita bronkhitis tentang pentingnya pengetahuan pengobatan dan intervensi
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Marilynn
E, Doengoes. 2002. Rencana Asuhan
Keperawatan. EGC : Jakarta
Smeltzer
C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
Wahid,
Abdul. 2013. Keperawataan Medikal Bedah,
Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. EGC : Jakarta
Http. Ilmukeperawatan.info/2001/10/asuhan-keperawatan-bronkhitis.html. 09.45wib,
Senin, 21-11-2016
Http.
Makalahbiolo.blogspot.co.id/2014/04/makalah-bronkhitis.html. 10.55wib,
Senin, 21-11-2016
0 komentar:
Posting Komentar