Rabu, 23 November 2016

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Hipertensi




 
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT
HIPERTENSI
 
DALAM RANGKA MENYELESAIKAN TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH (KMB I)

Disusun Oleh :
Rahayu Setianengsih    (15037)
Rahmawati                     (15038)
Siti Hariyanti                 (15040)
Sulistya Eka Anggraini ( 15042)


AKADEMI KEPERAWATAN HARUM  JAKARTA
TAHUN AJARAN 2016/2017



KATA PENGANTAR

          Puji dan syukur kami sanjungkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada pasien Hipertensi”. Selesainya pentyusun ini berkat bantuan dari berbagi pihak oleh karena itu, pada kesempatan ini kami sampaikan terimakasih dan penghargaan kepada yang terhormat :

1.      Ibu Rusmawati Sitorus, S.Kep, MA selaku Direktur Akademi Keperawatan Harum Jakarta
2.      Ibu Ns. Ari Susiani, MKep selaku wali kelas tingkat II dan mata ajar keperawatan medical bedah 1 Kardivaskular.
3.      Rekan-rekan semua angkatan XVII Akademi Keperawatan Harum Jakarta.
4.      Secara khusus kami menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada kami, baik selama mengikuti perkuliahan dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dan sebagai umpan balik yang positif demi perbaikan dimana mendatang. Harapan kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang keperawatan.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan saya berharap agar makalh ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.


Jakarta , 16 November 2016


  Kelompok 6


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
…………………………………………………………………
i
DAFTAR ISI
…………………………………………………………………
ii

BAB I PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
……………………………………………………………….
1
B.     Tujuan
……………………………………………………………….
3
C.     Sistematika Penulisan
…………………………………………………………
4

BAB II TINJAUAN TEORITIS


A.    Anatomi Jantung
………………………………………………………………
5
B.     Fisiologi Jantung
………………………………………………………………
6
C.     Pengertian Hipertensi
…………………………………………………………..
7
D.    Patofisiologi Jantung
…………………………………………………………..
7
E.     Penyebab
…………………………………………………………………
12
F.      Manifestasi Klinis
………………………………………………………………
16
G.    Pemeriksaan Diagnostik
………………………………………………………
17
H.    Terapi & Pengobatan Hipertensi
………………………………………………..
17

BAB III ASKEP


A.    Pengkajian
……………………………………………………………………...
19
B.     Diagnosa Keperawatan
…………………………………………………………
21
C.     Perencanaan
…………………………………………………………………..
22
D.    Implementasi
…………………………………………………………………..
39
E.     Evaluasi
……………………………………………………………………...
40

BAB IV PENUTUP


A.    Kesimpulan
…………………………………………………………………….
42
B.     Saran
……………………………………………………………………………
43



DAFTAR PUSTAKA

















BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi di definisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal jantung. Disebut sebagai “ pembunuh diam-diam” karena orang dengan dengan hipertensi sering menampakkan gejala. Institute Nasional Jantung, Paru dan Darah memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempitan arteri renalis atau penyakit parenkhim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan. Darah tinggi (Hypertension) merupakan peningkatan tekanan darah di atas normal saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah. Pengukuran tekanan darah bisa dilakukan dengan alat yang berupa cuff air raksa (sphygomomanometer) ataupun alat digital tensimeter. Normal tekanan darah seseorang adalah sekitar 120/80 mmHg yakni dalam melkukan aktivitas sehari-hari. Umumnya tekanan darah akan menurun disaat tidur serta akan meningkat diwaktu beraktivitas atau berolahraga. Hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi, merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah. Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain.
(Kemenkes, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama mengenai beberapa Masalah Hipertensi di Indonesia.)
Pravalensi Hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi, merupakan salah satu faktor resiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah. Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala, sehingga gangguan fungsi jantung atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain. Demikian disampaikan Drijen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL), Kemenkes, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama mengenai beberapa Masalah Hipertensi di Indonesia. "Ini menunjukkan, 76% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis atau 76% masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi" (Prof Tjandra Yoga)

Untuk mengelola penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya, Kemenkes membuat kebijakan yaitu:
1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif
     (skrining).
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan
posbindu PTM.
3. Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi
    Puskesmas untuk pengendalian PTM melalui Peningkatan sumberdaya tenaga  
    kesehatan yang profesional dan kompenten dalam upaya pengendalian PTM
    khususnya tatalaksana PTM di fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti
    Puskesmas; Peningkatan manajemen pelayanan pengendalian PTM secara
    komprehensif (terutama promotif dan preventif) dan holistik; serta Peningkatkan
    ketersediaan sarana dan prasarana promotif-preventif, maupun sarana prasarana
    diagnostik dan pengobatan.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2013 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan pravelensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi. Ini menunjukkan 76% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis atau 76% masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi, kata Prof Tjandra Yoga. Maka hipertensi harus segera dilakukan tindakkan lebih lanjut agar tidak terjadi kegawatan seperti kerusakan organ, dan komplikasi penyakit seperti kerusakan pada ginjal, perdarahan selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak dan kelumpuhan. Maka peran perawat sangat diutamakan dan peranannya sebagai  promotif: yaitu memberikan pendidikan kesehatan, yang kedua yaitu berperan sebagai preventif : perawat memberikan informasi                   pencegahan terhadap suatu masala yang ketiga berperan sebagai kuratif : perawat diberikan pengobatan secara teratur hasil kolaborasi dengan dokter, yang keempat berperan sebagai rehabilitatif : perawat memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang  penyakit hipertensi. Dengan hal tersebut, maka komplikasi berkesimpulan pentingnya  pemberian asuhan keperawatan dengan hipertensi.

B.  Tujuan Penulisan
a.    Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I Sistem Kardiovaskuler Asuhan Keperawatan dengan Hipertensi.
b.    Tujuan Khusus
1.      Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian hipertensi.
2.      Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi hipertensi.
3.      Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab hipertensi.
4.      Mahasiwa mampu menjelaskan manifestasi klinis hipertensi.
5.      Mahasiwa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik hipertensi.
6.      Mahasiswa mampu menjelaskan terapi dan pengobotan hipertensi

C.     Manfaat Penulisan
1.      Mahasiswa mengetahui konsep dasar hipertensi.
2.      Mahasiswa mampu melakukan proses asuhan keperawatan dengan hipertensi.

D.    Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini untuk memperoleh referensi kelompok menggunakan sistem metode kepustakaan dengan membaca, memahami, mempelajari buku-buku referensi yang terkait dalam asuhan keperawatan dengan hipertensi, dan sumber lain.

E.     Ruang Lingkup Penulisan
Ruang lingkup penulisan makalah ini adalah hanya membahas tentang asuhan keperawatan dengan hipertensi.

F.     Sistematika Penulisan
Bab 1: Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan, Ruang Lingkup Penulisan, Sistematika Penulisan
Bab2: Anatomi jantung, Fisiologi jantung, Etiologi, patofisiologi, Manifestasi klinis, Pemeriksaan diagnostik, Pengobatan.
Bab 3: Asuhan Keperawatan  
Bab 4: Penutup, Saran, Daftar Pustaka.














BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.  Anatomi Jantung
     Jantung adalah organ otot yang berongga yang berbentuk kerucut. Jangan terletak dirongga toraks (dada) sehkitar garis tengah antara sternum (tulang dada) disebelum anterior dan vertebra (tulang punggung) disebelah posterior. Jantung memiliki pangkal yang lebar disebelah atas dan meruncing membentuk ujung yang disebut apeks didasar. Siklus jantung terdiri dari periode sistole (kontraksi dan mengosongan isi) dan diastole (relaksasi dan mengisian jantung). Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistole dan diastole yang terpisah. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi keseluruh jantung. Sedangkan relaksasi timbul setelah repolarisasi otot jantung. Selama diastol ventrikel dini, atrium juga masih berada dalam keadaan distol. Karena aliran darah masuk secara kontinu dari sistem vena ke dalam atrium, tekanan atrium melebihi tekanan ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Karena perbedaan tekanan ini katup AV terbuka, dan darah mengalir langsung ke dalam atrium ke ventrikel selama diastol ventrikel. Akibatnya, volume ventrikel meningkat. Sedangkan sebelum berkontraksi. Pada akhir diastol ventrikel, nodus SA mencapai ambang dan membentuk pontensial. Impuls menyebar keseluruh atrium. Depolarisasi atrium menimbulkan kontraksi atrium, yang memeras lebih banyak darah ke dalam ventrikel , sehingga menjadi peningkatan. Kurva tekanan atrium. Peningkatan tekanan ventrikel yang menyertai berlangsung bersamaan dan peningkatan atrium disebabkan oleh penambahan volume darah ke ventrikel oleh kontraksi atrium. Selam kontraksi atrium, tekanan atrium sedikit lebih tinggi daripada tekanan ventrikel.






Gambar 1.2
Komplikasi Hipertensi

(http://wiwithandayani1.blogspot.co.id/2013/12/penyakit-hipertensi.html)

B.     Fisiologi Jantung
Secara fisiologis, jantung adalah salah satu organ tubuh yang paling vital fungsinya dibandingkan dengan organ tubuh vital lainnya. Kerja jantung melalui mekanisme berulang dan terus menerus yang juga dikenal sebagai siklus jantung sehingga secara visual melihat atau di kenal sebagai denyut jantung. Melalui mekanisme berselang, jantung berkontraksi untuk mengosongkan isi jantung dan bersantai untuk mengisi dengan darah. Dengan kata lain apabila fungsi jantung mengalami gangguan maka besar pengaruhnya terhadap organ-organ tubuh lainnya terutama ginjal dan otak. Karena fungsi utama jantung adalah sebagai single pompa yang memompa darah ke seluruh tubuh untuk kepentingan metabolisme sel-sel demi kelangsungan hidup.


C.  Pengertian Hipertensi
Menurut Dedi Tedjaksukmana mengatakan dalam buku keperawatan kardiologi dasar bahwa hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg yang menetap. Tekanan darah berasal dari mekanisme pompa jantung yang mendorong sejumlah volume darah,dengan tekanan yang tinggi agar darah sampai keseluruh organ tubuh melalui pembuluh darah. Jadi tingginya tekanan darah ditentukan oleh sejumlah darahyang dipompakan jantung (curah jantung) dan diameter pembuluh darah (resistensi perifer). Darah tinggi (Hypertension) merupakan peningkatan tekanan darah di atas normal saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah. Pengukuran tekanan darah bisa dilakukan dengan alat yang berupa cuff air raksa (sphygomomanometer) ataupun alat digital tensimeter. Normal tekanan darah seseorang adalah sekitar 120/80 mmHg yakni dalam melkukan aktivitas sehari-hari. Umumnya tekanan darah akan menurun disaat tidur serta akan meningkat diwaktu beraktivitas atau berolahraga. Disebut sebagai “ pembunuh diam-diam” karena orang dengan dengan hipertensi sering menampakkan gejala. Institute Nasional Jantung, Paru dan Darah memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya.

D.  Patofisiologi Hipertensi
Menurut referensi Nanda Nic-Noc mengatakan dalam buku rencana asuhan keperawatan medikal bedah bahwa tekanan darah merupakan hasil interaksi antaraq curah jantung (cardiac out put) dan derajat dilantasi atau konstriksi arteriola (resistensi vascular sistemik). Tekanan darah arteri dikontrol dalam waktu singkat oleh baroreseptor arteri yang mendeteksi perubahan tekanan pada arteri utama, dan kemudian melalui mekanisme umpan balik hormonal menimbulkan berbagai variasi respons tubuh seperti frekuensi denyut jantung, kontraksi otot jantung, kontraksi otot polos pada pembuluh darah dengan tujuan mempertahankan tekanan darah dalam batas normal. Baroreseptor dalam komponen kardiovaskular  tekanan rendah, seperti vena, atrium dan sirkulasi pulmonary, memainkan peranan penting dalam pengaturan hormonal volume vascular. Penderita hipertensi dipastikan mengalami peningkatan salah satu atau kedua komponen ini, yakni curah jantung dan atau resistensi vascular sistemik.
Hemodanik yang khas dari hipertensi yang menetap bergantung pada tingginya tekanan arteri, derajat kontruksi pembuluh darah, dan adanya pembesaran jantung. Hipertensi sedang yang tidak disertai dengan pembesaran jantung memiliki curah jantung normal. Namun demikian, terjadi peningkatan resistensi vaskula perifer dan penurunan kecepatan ejeksi ventrikel kiri. Saat hipertensi bertambah berat dan jantung mulai mengalami pembesaran, curah jantung mengalami penurunan secara progresif meskipun belum terdapat tanda-tanda gejala jantung. Hal ini disebabkan resistensi perifer sistemik semakin tinggi dan kecepatan ejeksi ventrikel kiri semakin menurun.
Penurunan curah jantung akan menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai organ tubuh, terutama ginjal. Kondisi ini berdampak pada penurunan volume ekstrasel dan perfusi ginjal yang berujung dengan iskemik ginjal. Penurunan perfusi ginjal ini akan mengaktivitasi sitem renin angiotensin. renin yang dikeluarkan oleh ginjal ini akan merangsang angiotensinogen untuk mengeluarkan angiotensinogen I (AI) yang bersifat vasokonstriktor lemah. Adanya angiotensin I pada peredaran darah akan memicu pengeluaran angiotensin converting enzyme (ACE) di endothelium pembuluh paru. ACE ini kemudian akan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II (AII) yang merupakan vasokonstriktor kuat sehingga berpengaruh pada sirkulasi tubuh secara keseluruhan.
Selain sebagai vasokonstriktor kuat, AII memiliki efek lain yang pada akhirnya meningkatkan tekanan darah. Dampak yang ditimbulkan oleh AII antara lain hipertrofi jantung dan pembuluh darah, stimulasi rasa haus , memicu produksi aldosterone dan anti-diuretic hormne (ADH).
menunjukkan bagaimana pembentukan AII dan dampaknya terhadap sistem tubuh. Renin diekskresikan sebagai respons tubuh terhadap beberapa kondisi di antaranya stimulasi sistem saraf simpatik, hipotensi, dan penurunan asupan natrium. Kemudian renin akan menginduksi angiotensinogen untuk berubah menjadi angiotensin I (AI). Angiotensin converting enzyme (ACE) yang dihasilkan oleh endothelium pembuluh darah paru mengubah AI menjadi angiotensin II (AII)
  
Peningkatan tekanan darah sebagai dampak dari adanya AII ini terjadi melalui dua cara utama yaitu efek vasokonstriktor kuat dan perangsangan kelenjar adrenal.
1.    Vasokonstriktor: AII menyebabkan vasokonstriksi baik pada arteriol maupun vena. Konstriksi arteriol akan meningkatkan tahanan perifer sehingga membutuhkan usaha jantung lebih bessar dalam melakukan pemompaan. Sedangkan pada vena dampak konstriksinya lemah, tetapi sudah mampu menimbulkan peningkatan aliran balik darah vena ke jantung. Peningkatan aliran balik ini akan menyebabkan peningkatan preload yang membantu jantung untuk melawan resistensi perifer.
2. Perangsangan kelenjar endokrin: AII merangsang kelenjar adrenal untuk mengeluarkan hormon aldosterone. Hormone ini bekerja pada tubula distal nefron. dampak dari keberadaan hormone aldosterone ini adalah peningkatan penyerapan kembali air dan NaCl oleh tubulus distal nefron. hal ini akan mengurangi pengeluaran garam dan air melalui ginjal. Kondisi ini membuat volume darah meningkat yang diikuti pula dengan peningkatan tekanan darah.








 




















 
  
Gambar tersebut menerangkan secara ringkas bagaimana hipertensi terjadi dan reaksi tubuh terhadap hipertensi. Berat ringannya gejala hipertensi sendiri sangat dipengaruhi oleh seberapa banyak dan seberapa vital organ yang terkena dampak dari penurunan perfusi darah akibat tingginya resistensi sistemik tersebut. Dampak hipertensi tersebut adalah semakin meningkatnya beban jantung sehingga dapat menimbulkan hipertofi jantung. Kondisi hipertrofi ini menyebabkan penyempitan ruang jantung sehingga menurunkan preload dan curah jantung.jika jantung tidak mengompensasi lagi, maka terjadilah gagal jantung. Sedangkan teknan intracranial yang berefek pada tekanan intraocular akan memengaruhi fungsi penglihatan. Bahkan jika penanganan tidak segera dilakukan, penderita akan mengalami kebutaan. Penurunan aliran darah ke ginjal akibat dari resistensi sistemik ini, dapat menyebabkan kerusakan pada parenkim ginjal. jika tidak segera ditangani, akan berakhir dengan gagal ginjal. Sebagai kondisi patologik yang dapat memengaruhi seluruh organ tubuh. Penanganan hipertensi yang tidak tepat dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi ini antara lain retinopati hipertensi, penyakit jantung dan pembuluh darah, hipertensi serebrovaskular, dan ensefalopati hipertensi.
E.  Penyebab Hipertensi
 penyebabnya hipertensi dapat dibagi dua :
1.    Hipertensi esensial atau hipertensi perifer
Merupakan bagian terbesar (90%) penyebabnya belum diketahui factor yang mempengaruhi seperti genetic,lingkungan,hiperaktivitas susunan saraf simpatis system renin-anglotensin,defek dalam eksresi na,peningkatan Na dan Ca intraseluler. Factor yang meningkatkan resiko seperti obesitas,alcohol,merokok serta polisitemia

2.    Hipertensi sekunder
Penyebab spesifiknya diketahui:
a.    Kelainan ginjal
1.    Glomerulonephiritis akut.
Hipertensi terjadi secara tiba-tiba dan memburuk dengan cepat. Jika tidak segera ditangani maka dapat menyebabkan gagal jantung.
2.    Syndrome nefrotik
Penyakit ini berlangsung lambat dan menimbulkan gejala klinis sindrom nefrotik seperti proteinuria berat, hipoproteinemia dan edema yang berat.
3.    Pielonefritis.
Terdapat kaitan antara pielonefritis dan adanya hipertensi. Peradangan pada ginjal ini sering disertai dengan kelainan struktur bawaan ginjal atau juga pada batu ginjal. diagnosis klinis sering sukar ditegakkan. Namun demikian, terdapat keluhan yang biasanya muncul yaitu nyeri pinggang, mudah lelah, dan rasa lemas pada badan. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya proteinuria, piura, dan kadang-kadang disertai hematuria.
4.    Kimmelt Stiel-Wilason
Penyakit pada ginjal ini merupakan komplikasi dari penyakit diabetes mellitus yang berlangsung lama. Gejala yang timbul menyerupai glomerulonephritis kronis dapat disertai dengan tekanan darah tinggi penyakit ini memiliki prognosis yang buruk, penderita dapat meninggal akibat gangguan fungsi ginjal atau gagal jantung.
5.    Hipertensi Renovaskular.
Hipertensi ini disebabkan oleh adanya lesi pada arteri renalis. Stenosis yang terjadi pada arteri renalis ini memicu pengeluaran renin yang berlebihan. Meskipun kemudian mengalami penurunana, namun kadarnya tidak akan mencapai tingkat terendah. Selain itu terdapat pula penambahan volume cairan tubuh serta peningkatan curah jantung.

b.    Kelainan hormone
1.    Diabetes mellitus
Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan kondisi yang sering mempengaruhi orang-orang dengan penyakit diabetes mellitus tingkat 1 dan Tidak diketahui secara pasti, mengapa diabetes menyebabkan tekanan darah tinggi. Tetapi secara umum obesitas, tinggi lemak, tinggi sodium, dan minimnya aktifitas fisik telah diamsumsikan sebagai penyebab hipertensi.


2.    Pil kb.
3.    Phaeoromacyvoma (tumor adrenal : release of excessive amounts of epinephrine dan norepinephrine)

c.    Kelainan neurologi
1.    Polineulitis
Adalah sejenis polineuropati yang menyebabkan kelemahan otot yang semakin memburuk dan kadang meyebabkan kelumpuhan.
2.    Poliomyelitis
Adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan bernafas, kelumpuhanm dan menyebabkan kematian.

d.   Lain-lain
1.      Obat-obatan
2.      Preeklampsi
3.      Koarktasio aorta
4.      Post operative. Etiologi:efek CPB asokonstiksi dari hypothemia demam, cemas, nyeri, abnormal ABG.

e.    Klasifikasi
Bagan 2.1 tentang klasifikasi Hipertensi menurut Dedi Tedjasukmana dalam buku Keperawatan Kardiologi Dasar.
Kategori
Sistolik mmHg
Diastolic mmHg
Optimal
<120
<80
Normal
<130
<85
High normal
130-139
85-89
             



Hipertensi
Kategori
Sistolik mmHg
Diastolik mmHg
Derajat I
140-159
Atau 90-99
Derajat  II
160-179
Atau 100-109
Derajat III
>180
Atau >110


      Keterangan :
a.       Kategori normal dapat diterima jika individu tersebut tidak mengonsumsi obat atau sedang sakit.
-          Jika TD sistolik atau diastolic jatuh ke kategori yang berbeda, maka yang dipilih adalah kategori yang lebih tinggi. Misal : 160/92 diklasifikasikan sebagai hipertensi derajat 2: 174/120 diklasifikasikan sebagai hipertensi derajat 3.
b.      Hipertensi sistolik terisolasi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah diastolic <90mmHg.
-          Misal : tekanan darah 170/82 mmHg merupakan hipertensi sistolik terisolasi derajat 2

1.      Borderline hypertension : peningkatan tekanan darah yang intermiten dan diselingi dengan tekanan darah yang normal. Pasien tetap mempunyai resiko utuh mendapatkan penyakit
2.      White coat hypertension: pasien yang mempunyai tekanan darah normal kecuali ketika pengukuran tekanan darah diambil oleh tenaga medic khususnya oleh dokter. Penyebabnya diperkirakan karena takut
3.      Malignant hypertension: sindroma yang ditandai dengan peningkatan tekanan darh > 140 mmHg) dihubungkan dengan papilledema.aceelerated hypertension merupakan sindroma yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dengan pendarahan dan eksudat retina. Accelerated hypertension bisa berkembang menjadi malignant hypertension jika tidak diatasi dengan baik
4.      Benig hypertension : merupakan hipertensi yang tidak kompleks biasanya terjadi lama dengan derajat ringan sampai sedang. Benign hypertension bisa primer atau sekunder
5.      Krisis hipertensi
a.       Hipertensi darurat ( hipertensi emergency)
Kondisi dimana diperlukan penurunan tekanan darah dengan segera ( tidak selalu diturunkan sampai batas normal ) untuk mencegah dan membatasi kerusakan organ. Misalnya pada ensefalopali hipertensif,pendarahan intracranial,infark miokand akut.
Tujuan : menurunkan kurang lebih 25% (dalam hitungan menit sampai 2 jam) kemudian mencapai 160/100 mmHg dalam 2-6jam guna menghindari iskemia ginjal, otak atau coroner. Obat yang biasa digunakan : sodium, nitroprusside,    nikardipin, nitrogliserin, enalaprilat, hidralazin, diazokid, esmilol, feniolamin.
b.      Hipertensi mendesak (hipertensi urgency)
Kondisi dimana penurunan tekanan darah harus dilakukan dalam beberapa jam misalnya pada hipertensi dengan edema pada lempeng optic retina atau kompilkasi organ yang progesif. Obat yang diberikan adalah dosis oral dengan mula kerja cepat. Misalnya diuretic.

F.   Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat ( kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus). Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada biasanya menunjukkan adanya kerusakan vaskuler., dengan manifestasi yang khas sesuain sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah yang bersangkutan. Penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang paling menyertai hipertensi. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia dan azotemia dan kretinin. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transein yang termanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan. Pada penderita stroke, dan pada penderita hipertensi disertai serangan iskemia, insidens infark mencapai 80%. Adapun komlplikasi dari manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah meningkatkan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migraine, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, lemah dan lelah, mukan pucat suhu tubuh rendah.
                                                          
G. Pemeriksaan Diagnostik
Riwayat dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh sangat penting. Retina harus diperiksa dan dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengkaji kemungkinan adanya kerusakan organ, seperti ginjal dan jantung, yang dapat disebabkan oleh tingginya tekanan darah. Hipertropi vertical kiri dapat dijkaji dengan elektrokardiografi, protein dalam urine dapat dideteksi dengan urinalisa. Dapat terjadi ketidakmampuan untuk mengkonsentrasi urine dan peningkatan nitrogen urea. Pemeriksaan khusus renogram, pielogram intervena, arteriogram, renal, pemeriksaan fun gsi ginjal terpisah, dan penentuan kadar urine dapat juga dilakukan untuk mengidentifikasikan pasien dengan penyakit renovaskuler. Adanya faktor resiko lain juga harus dikaji dan di evaluasi.

H.  Terapi dan Pengobatan Hipertensi
Tujuan pengobatan hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan morbiditas berhubungan dengan tekanan darah yang tinggi. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmhg dan tekanan diastolik dibawah 90 mmhg dan mengontrol faktor resiko. Hal ini dapat dilalui dengan modifikasi gaya hidup atau dengan obat hipertensi.
1.      Pengobatan non farmakologi
Pengobatan non farmakologi banyak disarankan sebagai terapi awal pada banyak pasien, setidaknya untuk 3-6 bulan pertama setelah didiagnosa awal.
a.    Pengurangan asupan natrium.pengurangan natrium sekitar 1 sampai 2.5g  atau 4 sampai 6 gram perhari.
b.    Modifikasi diet lemak, modifikasi diet lemak dengan cara menurunkan asupan lemak jenuh, dan meningkatkan lemak tak jenuh ganda yang dapat menurunkan tekanan darah dan akan menurunkan level kolekstrol.
c.    Olahraga. Olahraga aerobic atau isotonik yang teratur dapat memfasilitasi pengkondisian kardiovaskuler, dan dapat menurunkan berat badan pada pasien hipertensi yang obesitas.olahraga isometric yang berat seperti angkat berat dapat berbahaya, tekanan darah sering meningkat pada level yang sangat tinggi karna vasovagal refleks yang terjadi selama kontraksi isometric.
d.      Pengurangan asupan alkohol. Untuk yang sering minum harus melakukan pengurangan misalnya. (kurang dari 1 sampai 2 onz wine, atau 24 onz bir.
e.       Tekhnik relaksasi. Macam-macam tekhnik relaksasi seperti yoga, psikoterapi telah memperlihatkan penurunan tekanan darah arteri dalam waktu yang singkat.
f.       Suplemen magnesium. Terapi diuresis dapat menyebabkan hipomagnesemia.
2.    Pengobatan farmakologi.
a.    Diuretik. Contohnya : furosemide,spironolactone.
b.    Vasodilator. Contoh : sodium nitroprusside, nitroglycerin, hydralazine,enalaprilat.
c.    ACE inhibitor. Contoh : caatopril,enalapril, lisinopril.
d.   Calcium antagonist. Contoh : nifendipine, verapamil, diltiazem, nicardipine.
e.    Alpha adrenegic inhibitor. Contoh : prazosin hydrochioride.
f.     Beta blocker. Contoh : propanolol, metopronol, atenolol, labetalol.










BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian  (Doenges Marilynn E)
a.       Pengkajian  Data Dasar
1.      Aktivitas/istirahat
Gejala :      kelemahan,letih,napas pendek,gaya hidup monoton
                  Tanda :      1. frekuensi jantung meningkat.
                                    2. Perubahan irama jantung.
                                    3. Takipnea
b.      Sirkulasi
Gejala:       riwayat hipertensi,aterosklerosis,penyakit jantung koroner/ katub dan   penyakit serebrovaskuler episode palpitasi, perspirasi
Tanda  :     kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah diperlukan untuk menegakkan diagnosis). Hipotensi postural (mungkin berhubungan dengan regimen obat)                                                                            Nadi : denyut jelas dari karotis, jugularis, radialis, perbedaan denyut, spt denyut femoral melambat sebagai kompesasi denyutan radialis atau brankialis, denyut popliteal, tibialis posteriol, tedalis tidak teraba atau lemah.
Denyut Apikal : PMI kemungkinan bergeser dan/ atau sangat kuat.
Frekuensi/Irama: takikardia, berbagai distrimia.
Bunyi jantung : terdengar S2 pada dasar S3 (CHF dini) S4 ( pengerasan ventrikel kiri/hipertropi ventrikel kiri)
Mur-mur stenosis valvular.
Desiran vaskular terdengar diatas karotis, femoralis, atau epigastrium (stenosis arteri).
DVJ (distensi vena jugularis) (kongesti vena).
Estermitas : perubahan warna kulit suhu dingin (vasokontristis veriver), pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda (vasokontriksi).
Kulit-pucat, sianosis dan diaforesis (kongesti hipoksia) kemerahan (vekorsimatoma).


c.       Makanan/cairan
Gejala :      makanan yang disukai yang dapat mencangkup makanan tinggi garam, tinggi lemak,tinggi kolekstrol (spt,makanan yang digoreng, keju, telur) gula-gula yang berwarna hitam : kandungan tinggi kalori.
Tanda :      berat badan normal atau obesitas.
Adanya edema ( mungkin umum atau tertentu) konesti vena, DVJ: glikosuria  (hampir 10% pasien hipertensi adalah abietik).

d.      Neurosensori
Gejala :      keluhan pening/pusing. Berdenyut, sakit kepala suboksipial (terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam). Episode kebas dan/atau kelemahan pada satu sisi tubuh gangguan penglihatan kabur episode epistaksis.
Tanda :      status mental perubahan keterjagaan orientasi, pola/isi bicara afek, proses pikir atau memori (ingatan) .
Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan dan/atau refleks tendon dalam perubahan-perubahan sklerotik dengan edema atau papiledema,eksudat dan hemoragi tergantung pada berat/lamanya hipertensi.

e.       Nyeri/ketidakyamanan
Gejala : angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung) nyeri hilang  timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi arteriosklerosis  pada arteri ekstermitas bawah). Sakit kepala oksipital berat seperti berat seperti yang berat pernah terjadi sebelumnya nyeri abdomen/massa (feokromositoma).

f.       PERNAFASAN
Gejala :      dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja takipnea,ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal bantuk dengan/tanpa pembentukan sputum riwayat merokok.
Tanda :      distres respirasi/penggunaan otot aksesoris pernafasan bunyi napas tambahan (krakles/mengi).
Sianosis.

g.      Keamanan
Keluhan/gejala : gangguan koordinasi/cara berjalan episode parestesiaunilateral
                           transien hipotensi postural

h.      Pembelajaran/penyuluhan
Gejala            :     faktor-faktor resiko keluarga hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,diabetes melitus penyakit serebrovaskuler/ginjal. Faktor-faktor resiko etnik. Spt orang afrika-amerika, asia tenggara. Pengunaan pil KB atau hormon lain penggunaan obat/alkohol
Pertimbangan: DRG menunjukan rerata lamanya dirawat :4,2 hari
Rencana pemulangan : bantuan dengan pemantauan-diri TD perubahan dalam terapi obat.

B.     Diagnosa Keperawatan.
Berdasarkan dari data pengkajian diatas, diagnose untuk klien tersebut adalah
a.       Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan beban akhir yang meningkat, vasokontruksi, iskemi miokard, hipertropi ventrikel kiri.
b.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan peningkatan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
c.       Gangguan rasa nyaman : nyeri/sakit kepala berhungan dengan peningkatan tekanan vascular serebral.
d.      Gangguan nutrisi melebihi kebutuhan tubuh berhungan dengan pemasukan berlebihan sehubung dengan kebutuhan metabolik, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
e.       Tidak efektinya koping individu berhubungan dengan krisis situasional, perubahan hidup beragam, relaksasi tidak adekuat, sistem pendukung tidak adekuat, kerja berlebihan, persepsi tidak realistic.
f.       Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, rencana pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi informasi, menyangkal diagnose, keterbatasan kognitif.

C.    Perencanaan. (Doenges Marilynn E)
a.    Diagnosa keperawatan Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan beban akhir yang meningkat, vasokontruksi, iskemi miokard, hipertropi ventrikel kiri.
Tujuan           : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah resiko tinggi   penurunan curah jantung dapat teratasi.
  Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD/beban     kerja jantung, mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima, memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.
Tindakan/Intervensi
Rasional
Mandiri:
Pantau tekanan darah. ukur pada kedua tangan/paha untuk evaluasi awal. Gunakan ukuran manset tepat dan teknik yang akurat.
Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vascular. Hipertensi berat diklasifikasikan pada orang dewasa sebagai peningkatan tekanan darah diastolic sampai 130, dipertimbangkan sebagai peningkatan pertama, kemudian maligna. Hipertensi sitolik juga merupakan faktor faktor




 risiko yang ditentukan untuk penyakit serebrovaskular dan penyakit iskemi jantung bila tekanan diastolik.
Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.




Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi (peningkatan SVR) dan kongesti vena.
Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.








S4 umun terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertrofi atrium (peningkatan volume/tekanan atrium). Peningkatan S3 menunjukkan hipertrofi ventrikel dan kerusakan fungsi. Adanya krakles, mengi dapat mengiindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik.
Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan mas pengisian kapiler.









Adanya pucat dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
Catat edema umum/tertentu.


Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskular.
Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas/keributan lingkungan. Batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.

Membantu untuk menurunkan rangsang meninggkat relaksasi.
Pertahankan pembatasan aktivitas, seperti: istirahat di tempat tidur, jadwal periode istirahat tanpa gangguan, bantu pasien melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.

Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi.
Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman, seperti : pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala saat tidur.

Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang simpatis.
Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan.


dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan TD.
Pantau respons terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.



Respons terhadap obat “stepedd” (yang terdiri atas deuretik, inhibitor simpatis dan vasodilator) tergantung pada individu dan efek sinergis obat. Karena efek samping tersebut. Maka penting untuk menggunakan obat dalam jumlah paling sedikit dan dosis paling rendah.
Kolaborasi :
Berikan obat-obatan sesuai indikasi, contoh :
Diuretik tiazid, mis, klorotiazid. Hidroklorotiazid, bendriflumentiazid (naturetin)


Tiazid mungkin digunakan sendiri atau dicampur dengan obat lain untuk menurunkan TD pada pasien dengan fungsi ginjal yang relative normal. Diuretik ini memperkuat agen –agen anthihipetensi lain dengan membatasi retensi cairan.


Diuretik Loop, mis, furosemide (Lasix), asam etacrinic (Edecrin), bumetamid
Obat ini menghasilkaqn diuresis kuat dengan menghambat resorpsi natrium dan klorida dan merupakan anthihipertensi efektif, khususnya pada pasien yang resisten terhadap tiazid atau mengalami kerusakan ginjal.
 (Burmex)
Diuretix hemat kalium, mis, spironolakton (Aldactone), triamterene (Dyrenium), amilioride
Dapat diberikan dalam kombinasi dengan diuretic tiazid untuk menimbulkan kehilangan kalium.

Inhibator simpatis, mis, proponalol (Inderal), metoprolol (Lopressor), atenolol(terornim), nadolol (corgard),metidopa, reserpine, klonidin.
Kerja khusus obat ini bervariasi, tetapi secara umum menurunkan TD melalui efek kombinasi penurunan tahanan total perifer, menurunkan curah jantung, menghambat aktivitas simpatis, dan menekan pelepasan renin.
                                              




















b.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan peningkatan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan       : Setelah dilakukan tindakan keperawatan intoleransi aktivitas b/d kelemahan peningkatan ketidakseimbangan suplai dan keburuhan oksigen dapat teratasi.
Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat di  ukur.
Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.


Tindakan/Intervensi
Rasional
Mandiri :
Kaji respons pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi  nadi lebih dari 20 kali permenit di atas frekuensi istirahat, peningkatan TD yang nyata selama/sesudah aktivitas (tekanan sistolik meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 20 mmHg) dyspnea atau nyeri dada keletihan dan kelemahan yang berlebihan, diaphoresis, pusing atau pingsan.

Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons fisiologi terhadap stress aktivitas dan bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas
intruksikan pasien tentang teknik penghematan energy, mis, menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau menyikat gigi, melakukan aktivitas dengan perlahan.
Teknik menghemat energy mengurangi penggunaan energy, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.

c.    Gangguan rasa nyaman : nyeri/sakit kepala berhungan dengan peningkatan tekanan vascular serebral.
Tujuan           : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah nyeri kepala b/d peningkatan tekanan vascular serebral dapat teratasi.
Kriteria Hasil : Melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang/terkontrol.
Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan.
Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.
Tindakan/Intervensi
Rasional
Mandiri
Mempertahankan tirah baring selama fase akut.


Menimimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi.
Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, mis, kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi (panduan imajinasi, distraksi)dan aktivitas waktu senggang.

Tindakan yang menurunkan tekanan vaskular serebral dan yang memperlambat/memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokontriksinya yang dapat meningkatkan sakit kepala, mis., mengejan saat BAB,
Aktivitas yang meningkat vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningktan tekanan vaskular serebral.
 batuk panjang, membungkuk.


Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.

                                                          


Pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan sakit kepala. Pasien juga dapat mengalami episode hipotensi postural.
Berikan cairan, makanan lunak, peraawatan mulut yang teratur bila terjadi perdarahan hidung/kompres hidung telah dilakukan untuk menghentikan perdarahan.
Meningkatkan kenyamanan umum. Kompres hidung dapat mengganggu menelan atau membutuhkan napas dengan mulut, menimbulkan stagnasi sekresi oral dan mengeringkan membrane mukosa.



Kolaborasi
Berikan sesuai indikasi:
Analgesik:


Menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistem saraf simpatis
Antiansietas, mis., lorazepam (Ativan), diazepam (Valium).
Dapat mengurangi tegangan dan ketidaknyamanan yang diperberat oleh stress.

d.   Gangguan nutrisi melebihi kebutuhan tubuh b/d pemasukan berlebihan sehubung dengan kebutuhan metabolik, keyakinan budaya pola hidup monoton.
Tujuan         : setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan nutrisi melebihi kebutuhan tubuh b/d pemasukan berlebihan sehubung dengan kebutuhan metabolik masalah dapat teratasi.


Kreteria hasi : Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan.
menunjukkan perubahan pola makan ( miss, pilihan makanan, kuantitas dan sebagainya).
Mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan memeliharaan kesehatan optimal.
Melakukan dan mempertahannkan program olahraga yang tepat secara individual.

Tindakan/Intervensi
Rasional
Mandiri :
Kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara hipertensi dan kegemukan.



Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan lemak, garam, dan gula sesuai indikasi.








Tetapkan keinginan pasient menurunkan berat badan.


Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.




Tetapkan rencana penurunan berat badan yang realistik dengan pasient, miss.. penurunan berat badan 0,5 kg perminggu.





Dorongan pasient untuk mempertahankan pemasukkan makanan harian termasuk kapan, dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan prasaan sekitar saat makanan dimakan.
Intruksikan dan bantu milih makanan yang tepat hindari makanan dengan kejenuhan lemak tinggi dan kolekstrol.
Kegemukkan adalah resiko  tambahan pada tekanan darah tinggi karena disproposi antara kapasitas aotra dan peningkatan curah jantung berkaitan dengan peningkatan massa tubuh.


Kesalahan kebiasaan menunjang terjadinya aterosklerosis dan kegemukkan, yang merupakan predisposisi untuk hipertensi  dan komplikasinya, mis, stroke, penyakit ginjal, gagal jantung. Kelebihan masukkan garam memperbanyak volume cairan intravaskuler dan dapat merusak ginjal. Yang lebih memperburuk adalah hipertensi.

Motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal, individu harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan
Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan adalah dalam program diit terakhir membantu dalam menentukan kebutuhan individu untuk menyesuaian/penyuluhan.

Penurunan masukkan kalori seseorang sebanyak 500 kalori perhari secara teori dapat menurunkan berat badan 0,5 kg/minggu. Penurunnan berat badan yang lambat mengindikassikan kehilangan lemak memelalui kerja otot dan umumnya dengan cara mengubah kebiasaan makan.

Memberi data dasar keadekuatan nutrisiyang dimakan, dan kondisi emosi saat dimakan. Membantu untuk memfokuskan perhatian pada faktor mana pasien telah/dapat mengontrol perubahan.
Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolekstrol penting dalam mencegah perkembangan aterogenesis.




e.    Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan krisis situasional, perubahan hidup beragam, relaksasi tidak adekuat, sistem pendukung tidak adekuat, kerja berlebihan, presepsi tidak realitik.
Tujuan          : setelah dilakukan tindakkan keperawatan ketidak efektifan koping individu berhubungan dengan krisis situasional, perubahan hidup beragam, relaksasi tidak adekuat, sistem pendukung tidak adekuat, kerja berlebihan, presepsi tidak realitic dapat teratasi.
Kreteria hasil : mengidentifikasi perilaku koping efektifnya dan konsekuensinya.
menyatakan kesadaran kemampuan koping dan kekuatan pribadi.
Menidentifikasi potensial situasi stress dan mengambil langkah   untuk menghindari/mengubahnya.
Mendemonstrasikan penggunaan keterampilan/metode koping efektif.

Tindakan/Intervensi
Rasional
Mandiri :
Kaji kefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku, mis, kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan.


Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan kerusakan konsentrasi, peka rangsang,penurunan konsentrasi sakit kepala, ketidakmampuan untuk mengatasi masalah.
Bantu pasien untuk mengatasi stresor spesifik dan kemungkinan strategi untuk mengatasinya.

Libatkan pasien untuk rencana keperawatan dan berikan dorongan untuk berpartisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.


Dorongan pasien untuk mengevaluasi priorotas atau tujuan hidup. Tanyakan pertanyaan seperti “ apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda inginkan?”




Bantu pasien untuk mengidentifikasikan dan mulai merencanakan perubahan hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketimbang untuk membatalkan tujuan diri/keluarga.

Mekanisme adaktif  perlu untuk mengubah pola hidup seseorang, hipertensi kronik, dan mengintegrasikan terapi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari.

Manifestasi mekanisme koping maladaptif mungkin merupakan indikator marah yang ditekan dan diketahui menjadi penemu utama TD diastolik.

Pengenalan terhadap stresor adalah langkah utama dalam mengubah respon seseorang terhadap stresor.

Keterlibatan memberikan pasien prasaan kontrol diri yang berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping, dan dapat meningkatkan kerjasama dalam regimen terapeutik.

Fokus perhatian pasien yang realitas situasi yang ada relatif terhadap pandangan pasien terhadap apa yang diinginkan terhadap etika kerja keras, kebutuhan untuk “kontrol” dan fokus keluar dan dapat mengarah pada kurang perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal.

Perubahan yang perlu diprioritaskan secara realistik untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya.




f.       Kurangnya pengetahuan untuk kondisi, rencana pengobatan berhubungan dengan informasin, misininterplestasi informasi, menyangkal diagnose, keterbatasan kognitif.
Tujuan             : Setelah dilakukan tindakkan keperawatan kurangnya pengetahuan untuk kondisi, rencana pengobatan berhubungan dengan informasin, misininterplestasi informasi, menyangkal diagnose, keterbatasan kognitif masalah dapat teratasi.
 Kreteria hasil : Menyatakan pemahaman proses penyakit dan regimen pengobatan.
Mengidentifikasi efeksamping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan.
Pertahankan hipertensi TD dalam parameter normal.
Tindakan / intervensi
 Rasional
Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar. Temasuk orang terdekat







Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosis karena perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien/oeang terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan, dan prognosis. Bila pasien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu maka perubahan perilaku tidak akan dipertahankan.
Tetapkan dan nyatakan batas TD normal. Jelaskan tentang hipertensi  dan efeknya pada jantung, pembuluh darah,ginjal dan otak
Memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan TD dan mengklarifikasi istilah media yang sering digunakan. Pemahaman bahwa TD tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah ini untuk memungkinkan pasien melanjutkan pengobatan meskipun ketika merasa sehat.
Hindari mengatakan TD” normal” dan gunakan istilah “ terkontrol dengan baik” saat mengambarkan TD pasien dalam batas yang diingkinkan.


Karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang kehidupan maka dengan penyampaian ide “terkontrol” akan membantu pasien untuk memahami kebutuhan untuk melanjutkan pengobatan/medikasi.
Bantu pasien dalam mengidentifikasi factor-faktor resiko kardovaskuler yang dapat diubah mis obesitas diri tinggi lemak jenuh dan kolesterol,pola hidup monoton, merokok dan minum alcohol (lebih dari 60cc/hari dengan teratur)pola hidup penuh stress.

Factor-faktor resiko telah menunjukan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal.
Atasi masalah dengan pasien untuk mengidentifikasi cara di mana perubahan gaya hidup yang tepat dapat dibuat untuk mengurangi factor-faktor diatas.




Factor-faktor resiko dapat meningkatkan proses penyakit atau memperburuk gejala. Dengan mengubah pola perilaku yang “ biasa/memberikan rasa aman” dapat sangat menyusahkan. Dukungan petunjuk dan empati dapat meningkatkan keberhasilan pasien dalam menyelesaikan tugas ini.
Bahas pentingnya menghentikan merokok dan bantu pasien dalam membuat rencana untuk berhenti merokok.


Nikotin meningkatkan pelepasan katekolamin, mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung,TD, dan vasokontriksi, mengurangi oksigenasi jaringan, dan meningkatkan beban kerja miokardium
Beri penguatan pentingnya kerja sama dalam regimen pengobatan dan mempertahankan perjanjian tindak lanjut.





Kurangnya kerja sama adalah alasan umum kegagalan. Oleh karena evaluasi yang berkelanjutan untuk kepatuhan pasien adalah penting untuk keberhasila pengobatan. Terapi yang efektif menurunkan insiden gagal jantung, gangguan ginjal dan kemungkinan IM
Intruksikan dan peragakan untuk pemantauan TD mandiri. Evaluasi pendengaran, ketajaman penglihatan dan keterampilan manual serta koordinasikan pasien

Dengan mengajarkan pasien atau orang terdekat memantau TD adalah menyakinkan untuk pasien. Memberikan pengobatan visual/positif.
Bantu pasien untuk mengembangkan jadwal yang sederhana memudahkan untuk minum obat.



Dengan mengidualisasikan jadwal pengobatan sesuai dengan kebiasaan/kebutuhan pribadi pasien memudahkan kerjasama dengan regimen jangka panjang
Jelaskan tentang obat yang diresep bersamanan dengan rasional, dosis, efek samping yang diperkirakan serta efek yang merugikan dan idiosinkrasi mis,

Diuretik: minum dosis harian ( dosis yang lebih besar) pada pagi hari.



Ukur dan catat berat badan sendiri pada jadwal teratur hindari/batasi masukan alcohol.

Beritahu dokter bila tak dapat mentoleransi makanan atau cairan

Antihipertensi: minum dosis yang resepkan pada jadwal teratur, hindari melalaikan dosis, mengubah atau melebihi dosis dan jangan menghentikan tanpa memberi asuhan kesehatan bangun dengan perlahan dan berbaring ke posisi berdiri, duduk untuk beberapa menit sebelum berdiri. Tidur dengan kepala agak ditinggikan.

Informasi yang adekuat dan pemahaman bahwa efek ( mis perubahan suasana hati, mulut kering) adalah umum dan sering


Penjadwalan yang menimbulkan berkemih
Indikator utama keefektifan terapi diuretic.



Dehidrasi dapat terjadi dengan cepat dan pasien terus diuretic.


Penghentian obat mendadak


Ukur penurunan keparahan hipotensi ortotatik yang hubungan dengan penggunaan vasodilator dan diuretik 
Sarankan untuk sering mengubah posisi, olahraga kaki saat berbaring.


Menurunkan bendungan vena perifer dapat ditimbulkan oleh vasodilator dan duduk/berdiri terlalu lama
Rekomdasikan untuk menghindari mandi air panas, ruang penguapan dan penggunaan alcohol yang berlebihan.

Mencegah vaodilatasi yang tak perlu dengan bahaya samping yaitu pingsan dan hipotensi

Anjurkan pasien untuk berkonsultasi dengan pemberi perawatan sebelum menggunakan obat-obatan yang diresepkan atau tidak diresepkan .


Tindak kewaspadaan penting dalam pencegahan obat yang kemungkinan berbahaya. Setiap obat yang mengandung stimulant saraf simpatis dapat meningkatkan atau dapat melawan efek antihipersensitif
Instruksikan pasien tentang peningkatan masukan makanan/cairan tinggi kalium mis jeruk, pisang,tomat,kentang dan minuman yang mengandung tinggi kalsium mis susu rendah lemak, yogurt atau tambahan kalsium sesuai indikasi.



Diuretic dapat menurunkan kadar kalium pengambilan lebih baik daripada obat dan semua ini diperlukan memperbaiki kekurangan, beberapa penelitian bahwa mengkomsumsi kalium 400-2000 mg per hari dapat menurunkan TD sistolik dan diastolic. Kekurangan mineral dapat juga mempengaruhi TD.
Resiko tanda-tanda/gejala-gejala yang memerlukan pelaporan pada pemberian asuhan kesehatan, mis, sakit kepal yang terjadi saat bangun, peningkatan TD tiba-tiba dan terus neberus nyeri dada/sesak napas. Frekuensi nadi meningkat/tak teratur, peningkatan berat badan yang signifikan (1kg/hari atau 2,5kg/minggu) atau pembengkakan perifer abdomen , gangguan penglihatan , sering pendarahan hidung tar terkontrol depresi/emosi labil, pusing yang hebat atau episode pingsan kelemahan/kram ototmual/muntah , haus berlebihan, penurunan libid0/impoten.

Deteksi dini terjadinya komplikasi penurunan efektivitas atau reaksi yang merugikan dari regimen atau obat memungkinkan untuk intervensi
Jelaskan rasional regimen diit yang diharuskan (biasanya diit rendah natrium, lemak jenuh dan kolesterol).






Kelebihan lemak jenuh kolestrol,natrium,alcohol dan kalori telah didentifikasikan sebagai risiko nutrisi dalam hipertensi. Diet rendah lemak dan tinggi lemak poli-tak jenuh menurunkan TD kemungkinan melalui keseimbangan postagladin pada orang-orang normosentif dan hipertensi
Bantu pasien untuk mengidentifikasi sumber masukan natrium (mis garam meja,makanan bergaram ,daging dan keju olahan, saus kaleng dan sayuran, soda kue, baking powder, MSG). tekankan pentingnya membaca label kandungan makanan dan obat yang dijual bebas

Diet rendah garam selama 2 tahun memungkinkan sudah mencukupi untuk mengkontrol hipertensi sedang atau mengurangi jumlah obat yang dibutuhkan
Dorong pasien untuk menurunkan atau menghilangkan kafein mis, kopi,the,cola,coklat.

Kafein adalah stimulus jantung dan dapat memberikan efek merugikan pada fungsi jantung.
Tekankan pentingnya perencanaan/penyelesaian periode istirahat harian.

Dengan menyelingi istirahat dan aktivitas akan meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas
Anjurkan pasien untuk memantau respons fisiologi sendiri terhadap aktivitas ( mis frekuensi nadi, sesak napas)laporkan penurunan toleransi terhadap aktivitas dan hentikan aktivitas yang menyebabkan nyeri dada , sesak napas, pusing, keletihan berat atau kelemahan.

Keterlibatan pasien dalam memantau toleransi aktivitasnya sendiri penting untuk keamanan dan/atau memodifikasi aktivitas kehupan sehari-hari
Dorong pasien untuk membuat program olahraga”sendiri seperti olahraga serobik (berjalan,berenang) yang pasien mampu lakukan . tekankan pentingnya menghidariaktivitas isometric.

Selain membantu menurunkan TD aktivitas serobik merupakan alat menguatkan sitem kardiovaskuler. Latihan isometric dapat meningkatkan kadar katekolamin serum, akan lebih meningkatkan TD
Peragakan penerapan kompres es pada punggung leher dan tekan pada sepertiga ujung hidung, dan anjurkan pasien menundukan kepala ke depan bila terjadi pendarahan hidung.


Kapiler nasal dapat rupture sebagai akibat dari tekanan vaskuler berlebihan. Dingin dan tekanan mengkontriksikan kapiler yang melambatkan pendarahan, menundukan ke depan menurunkan jumlah darah yang tertelan
Berikan informasi tentang sumber-sumber di masyarakat dan dukungan pasien dalam membuat perubahan pola hidup. Lakukan untuk rujukan bila ada indikasi
Sumber-sumber dimasyarakat seperti yayasan jantung Indonesia “coronary club”, klinik berhenti merokok rehabilitasi alcohol, program penurunan berat badan kelas penanganan stress dan pelayanan  konseling dapat membantu pasien dalam upaya mengawali dan mempertahankan perubahan pola hidup

D.    Implementasi (Doenges Marilynn E)
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap program ditentukkan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas hidup dengan sehubungan dengan terapi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis, termasuk penurunan berat badan, pembatasan alcohol, natrium, dan tembakau, latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi antihipertensi. Apabila penderita hipertensi ringan berada dalam resiko tinggi (ria peroko) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap, diatas 85/95 mmHg dan sistoliknya diatas 130 sampai 139 mmHg, maka perlu diterapi obat-obatan.
Algoritma penanganan tyang dikeluarkan Joint  National On Detection, evaluation, and Treatment of High Blood Pressure memungkinkan dokter memilih kelompok obat yang mempunyai efektivitas tertinggi, efek samping paling kecil, dan penerimaan serta kepatuhan pasien. Dua kelompok obat tersedia dalam terapi pilihan utama diuretikka dan penyekat beta. Apabila pasien dengan hipertensi ringan sudah terkontrol selama setahun, terapi dapat diturunkan. Agar pasien mematuhi regiment terapi yang diresepkan, maka harus dicegah pemberian jadual terapi obat-obatan  yang rumit.

E.      Evaluasi (Brunner & Suddarth, 2002)
 Hasil yang diharapkan :
1.      Mempertahankan perfusi jaringann yang adekuat.
a.    Tekanan darah dalam rentang yang dapat diterima dengan pengobatan terapi diet, dan perubahan gaya hidup.
b.    Tidak menunjukkan gejala agnina, palpitasi atau penurunan penglihatan.
c.     Kadar BUN dan kreatinin serum stabil.
d.    Teraba denyut nadi ferifer,
2.      Mematuhi program asuhan dini
a.    Meminum obat sesuai resep dan melaporkan setiap ada efek samping.
b.    Mematuhi aturan diet sesuai  yang dianjurkan : pengurangan natrium,kolekstrol, dan kalori
c.    Berlatih secara teratur dan cukup
d.   Mengukur tekanan darahnya sendiri secara teratur.
e.    Berhenti mengkomsumsi tembakau, kafein, dan alkohol
f.     Menepati jadual kunjungan klinik atau dokter.
3.      Bebas dari komplikasi
a.    Tidak terjadi penurunan ketajaman penglihatan
b.    Dasar mata tidak memperlihatkan pedarahan retina
c.    Kecepatan dan irama denyut nadi dan kecepatan napas dalam batas normal.
d.   Tidak terjadi dipsnu dan edema
e.    Menjaga haluaran urine sesuai dengan pemasukkan cairan
f.     Pemeriksaan fungsi ginjal dalam batas normal
g.    Tidak memperlihatkan defisit motorik, bicara atau sensorik.
h.    Tidak mengalami sakit kepala, pusing atau perubahan cara berjalan.


















BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi di definisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal jantung. Menurut penyebabnya hipertensi dapat dibagi dua Hipertensi esensial atau hipertensi perifer. Faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas,alcohol,merokok serta polisitemia. Hipertensi sekunder penyebab spesifiknya diketahui: Kelainan ginjal, Kelainan hormone, Kelainan neurologi, dan lain-lain. Hipertensi merupakan resiko morbiditas dan mortalitas premature, yang meningkat sesuai dengan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik. Laporan Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood pressure (1993) yang kelima mengeluarkan panduan baru mengenai deteksi, evaluasi dan penanganan hipertensi. Hipertensi esensial biasanya dimulai sebagai proses labil (intermiten) pada individu pada akhir 30-an dan awal 50-an dan secara bertahap “menetap”. Pada suatu saat dapat juga terjadi mendadak dan berat, perjalannanya dipercepat atau “maligna” yang menyebabkan kondisi pasien memburuk dengan cepat. Asuhan keperawatan pada penyakit hipertensi yang utama adalah mengangkat diagnosa resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan beban akhir yang meningkat, vaskontruksi, iskemi miokard, hipertropi ventrikel kiri karena di Indonesia mungkin banyak yang terjadi pada hipertensi dengan diagnose tersebut.


B.     Saran.
Sangat diharapkan agar terhindar dari penyakit hipertensi ini dilakukan dengan menghindari penyebab di atas diperlukan tindakan yang secara continue pada pasien dengan hipertensi.








Marilynn E, Doengoes. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta
Nicnoc. Nanda. 2015-2017. Rencana Asuhan Keperawatan Medical-Bedah. EGC : Jakarta
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
Http. Depkes. Go. Id. Artikel/View/1909/Masalah-Hipertensi-di-Indonesia. 16.11 Wib, Senin, 14-11-2016
Http. Kesehatan.kaltimprov.go.id/berita-192-masalah-hipertensi-di-indonesia.html. 13.25, Rabu 3 November 2016.

0 komentar:

Posting Komentar