Senin, 12 Desember 2016

Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Pernafasan Dengan Bronkhitis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN DENGAN BRONKHITIS
DALAM RANGKA MENYELESAIKAN TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH (KMB I) SISTEM RESPIRASI

Disusun Oleh :
Diana Dwi Pratiwi        (15009)
Rahayu Setianengsih    (15037)
Rahmawati                    (15038)
Ratna Anti Legiyanto   (15039)
Siti Hariyanti                 (15040)
Sulitya Eka Anggraini  (15042)


AKADEMI KEPERAWATAN HARUM  JAKARTA
TAHUN 2016


  

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
……………………………………………………………...
i
DAFTAR ISI
……………………………………………………………………….
ii
BAB I PENDAHULUAN


1.1   Latar Belakang
…………………………………………………………..
1
1.2   Tujuan Penulisan
…………………………………………………………
2
1.3   Manfaat Penulisan
…………………………………………………………
3
1.4   Metode Penulisan
……………………………………………………….
3
1.5   Ruang Lingkup Penulisan
…………………………………………………
3
1.6   Sistematika Penulisan
…………………………………………………….
3
BAB II PEMBAHASAN


2.1   Anatomi Pernafasan
……………………………………………………...
4
2.2   Fisiologi Pernafasan
…………………………………………………….
5
2.3   Pengertian Bronkhitis
……………………………………………………..
6
2.4   Etiologi
…...………………………………………………………….......
6
2.5   Patofisiologi
.......………………………………………………………....
7
2.6   Tanda dan Gejala
…………………………………………………………
8
2.7   Manifestasi Klinis
………………………………………………………..
8
2.8   Pemeriksaan Diagnostik
…………………………………………………
8
2.9   Penatalaksanaan
..........................................................................................
10
2.10 Komplikasi
………………………………………………………….
11
2.10Asuhan Keperawatan
…….……………………………………………......
11
A.    Pengkajian
…………………………………………………………….
11
B.     Diagnosa Keperawatan
………………………………………………
14
C.     Perencanaan Keperawatan
…………………………………………...
14
D.    Implementasi
…………………………………………………………
19
E.     Evaluasi
………………………………………………………………..
20
BAB III PENUTUP


3.1   Kesimpulan
………………………………………………………………..
21
3.2   Saran
………………………………………………………………..
21
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang.
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis yang berulang-ulang minimal 3 bulan pertahun atau paling sedikit 2 tahun berturut-turut pada pasient yang diketahui tidak terdapat penyebab lain. (marilynn E.Doenges, 1999).
Perubahan bronkuus berupa destruksi elemen elastis dan otot polos bronkus. Bronkus yang terkena biasanya bronkus kecil (medium side), sedangkan bronkus besar jarang terjadi. Bronchitis dan emfisiema paru sering terdapat bersamaan pada seorang pasien dalam keadaan lanjut, penyakit ini sering menhyebabkan obstruksi saluran nafas yang menetap yang dinamakan kronik obstruksi pulmonary disease.
Penyebab utama adalah merokok yang berat dan berjangka panjang, yang mengititasi tabung bronkial dan menyebabkan mereka menghasilkan lendir yang berlebihan. Penyakit ini di temukan di klinik dan di deritaoleh laki-laki dan dapat di derita mulai dari anak-anak bahkan dapat merupakan kelainan kongenintal. Batuk mulai dengan batuk batuk pagi hari , dan makin lama batuk makin berat, timbul siang hari maupun malam hari, penderita terganggu  tidurnya. Dahak, spurtum putih/mukoid. Bila ada infeksi, spurtum menjadi purulen atau mukopurulen atau kental. Sesak bila timbul infeksi, sesak nafas akan bertambah, kadang kadang disertai tanda-tanda payah jantung kanan, lama kelamaan akan timbul korpumonal yang menetap.
Diamerika Serikat pravelensi rate untuk bronchitis kronik adalah berkissar 4,45% atau 12,1 juta jiwa dari populasi perkiraan yang digunakan 293 juta jiwa. Sedangkan ekstrapolasi (perhitungan) tingkat pravelensi bronchitis kronik di Mongolia berkisar 122.393 orang dari populasi perkiraan yang digunakan adalah berkisar 2.751.314 juta jiwa. Untuk daerah ASEAN, Negara Thailand salah satu Negara yang merupakan angka ekstrapolasi tingkat pravelensi bronchitis kronik yang paling tinggi yaitu berkisar 2.885.561 jiwa dari populasi perkiraan yang digunakan sebesar 64.865.523 jiwa, untuk Negara Malaysia berada disekitar


1.064.404 dari populasi perkiraan yang digunakan sebesar 23.552.482 jiwa (Rinaldi, 2013). Angka kejadian bronchitis di Indonesia sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Namun, bronchitis merupakan salah satu bagian dari penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang terdiri dari bronchitis kronik dan emfisema atau gabungan dari keduanya  (PDPI, 2013). Menurut Rinaldi (2013) di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien PPOK dengan pravelensi 5,6%. Angka ini bisa meningkat sdengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau mantan perokok. Peran perawat sangat diutamkan dan peranannya sebagai :
1.      Promotif : perawat berperan sebagai mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan pada penyakit bronkhitis.  Contohnya : pasien mendapatkan pendidikan kesehatan tentang penyakit bronkhitis.
2.      Preventif : perawat berperan sebagai pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan atau penyakit yang berhubungan dengan penyakit bronkhitis. Contohnya : perawat dapat memberikan informasi seperti menjaga makanan dengan baik.
3.      Kuratif : perawat berperan sebagai pengobatan yang ditunjukkan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderita akibat penyakit, pengendalian penyakit. Contohnya : perawat memberikan pengobatan secara teratur hasil kolaborasi dengan dokter.
4.      Rehabilitatif : peran perawat sebagai mengendalikan pasien kedalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang bergina untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Contohnya : perawat memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit bronkhitis.
1.2  Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I Sistem Respirasi Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Pernafasan Dengan Bronkhitis.

b. Tujuan Khusus
1.  Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian bronkhitis
2.  Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi bronkhitis.
3.  Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi bronkhitis.
4.  Mahasiwa mampu menjelaskan tanda dan gejala bronkhitis
5.  Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi bronkhitis.
6.  Mahasiwa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik bronkhitis.
7.  Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan bronkhitis.
8.  Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan bronkhitis.

1.3  Manfaat Penulisan
1.      Mahasiswa mengetahui konsep dasar bronkhitis.
2.      Mahasiswa mampu melakukan proses asuhan keperawatan dengan bronkhitis.

1.4  Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini untuk memperoleh referensi kelompok menggunakan sistem metode kepustakaan dengan membaca, memahami, mempelajari buku-buku referensi yang terkait dalam asuhan keperawatan dengan bronkhitis, dan sumber lain.

1.5  Ruang Lingkup Penulisan
Ruang lingkup penulisan makalah ini adalah hanya membahas tentang asuhan keperawatan dengan bronkhitis.

1.6  Sistematika Penulisan
Bab 1: Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan, Ruang Lingkup Penulisan, Sistematika Penulisan.
Bab2: Anatomi saluran pernafasan, Fisiologi saluran pernafasan, Pengertian, Etiologi, patofisiologi, Tanda dan gejala, Manifestasi klinis, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan diagnostik, Penatalaksanaan tentang bronkhitis.
Bab 3: Asuhan Keperawatan.
Bab 4: Penutup, Saran, Daftar Pustaka.



BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1  Anatomi Saluran Pernafasan
Nares anterior adalah saluran saluran didalam lubang hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang di kenal sebagai vestibulum (rongga) hidung. Vestibulum ini dilapisi epitelium bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi bulu kasar. Kelenjar – kelenjar itu bermuara ke dalam rongga hidung. Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir semua pernafasan dilapisi epitelium silinder dan sel epitel berambut yang mengandung sel cangkir atau sel lendir.
Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang hidung (nasofaring), di belakang mulut dan dibelakang laring. Laring (tenggorok) terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkannya dari kolumna vertebra, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Trakea atau batang tenggorok kira-kira sembilan sentimeter panjangnya. Trakea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronkus. Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lngkaran di sebelah belakang trakea.
Paru – paru ada dua, merupakan aat pernafasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada. Terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks di atas dan muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam dasar leher. Lobus paru-paru (belahan paru-paru) dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan Setiap lobus tersusun atas lobula. Pleura, setiap paru-paru dilapisi mebran serosa rangkap dua, yaitu pleura. Pleura viseralis erat melapisi paru-paru, masuk ke dalam fisura dan dengan demikian memisahkan lobus satu dari yang lain. Membran ini kemudian dilipat kembali di sebelah tampuk paru-paru dan membentuk pleura parietaslis dan melapisi bagian dalam dinding dada.

2.2  Fisiologi Pernapasan
Fungsi paru –paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkilal ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam darah diadalam kapiler pulmonari.
Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler yang memisahkan oksigen dengan dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dpungut oleh hemoglobin sel darah. Oksigen menembus membran ini dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dakam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg. Dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% persen jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru,karbon dioksida, ialah salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dipanaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau pernapasan eksterna :
1.    Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam Alveoli  dengan udara luar.
2.    Arus darah melalui paru-paru.
3.    Distribusi arus udara dan arus darah sede,ikian sehingga dalam jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh.
4.    Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 Lebih mudah berdifusi daripada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2 pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampaui sedikit O2 jumlah CO2 itu tidak dapat  dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.

2.3   Pengertian
Pengertian bronchitis menurut para ahli :
Secara harfiah bronchitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis para ahli mengartikan bronchitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronchitis bukan penyakit yang terdiri bahwa bronchitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronchitis ikut memegang peran (Ngastiyah, 1997).
Bronchitis berarti infeksi bronkus. Bronchitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran pernafasanatas atau bersamaan dengan penyakit saluran pernafsan atas lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dengan sebagainya (Gunadi Santoso, 1994)
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis yang berulang-ulang minimal 3 bulan pertahun atau paling sedikit 2 tahun berturut-turut pada pasient yang diketahui tidak terdapat penyebab lain. (marilynn E.Doenges, 1999).
Jadi bisa di simpulkan bahwa bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya inflamasi pada pembuluh darah bronchus, trakea dan bronchial. Inflamasi menyebabkan bengkak pada permukaannya, mempersempit ruang pembuluh dan menimbulkan sekresi dan cairan inflamasi.

2.4  Etiologi
Adalah 3 faktor utama yang mempengaruhui timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dari populasi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status social.
a.       Rokok
Menurut buku Report of the WHO expert Comite on smoking control, roko adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat  antara meroko dan penurunan VEP(penurunan ekspirasi paks) 1 detik. Secara patologis roko berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
b.      Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang disebabkan infeksi sekunder bakteri.
c.       Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah meroko resiko akan lebih tinggi. Zat-zat mengoksida seperti N2O,   hidrokarbon, aldehid, ozon.
d.      Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa -1- antritripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif.
e.       Faktor sosial ekonomi
Kematian bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan ekonomi sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

2.5   Patofisiologi
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari klenjar mukosa bronkus dan peningkatan sejumlah sel golet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil-kecil sedemikian rupa sampai brounchiolus rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah meroko dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel sel penghasil mukus di brounkhus. Selain itu silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Sel-sel penghasil mucus di bronkus. Selain itu, silia yang mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mucus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem escalator mukosilaris dan menyebabkan penumpukan mucus dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.


2.6   Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala bronchitis dibagai menjadi 2, yaitu :
A.    Gejala batuk akut yaitu sebagai berikut :
1.    Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah.
2.    Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak.
3.    Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis.

B.     Untuk penyakit bronchitis kronis gejalanya :
1.      Batuk yang memburuk di pagi hari dan dalam cuaca lembab,
2.      Sering menderita infeksi saluran pernafasan (seperti pilek atau flu) dengan batuk yang produktif dan memburuk.
3.      Anoreksia sehingga berat badan klien sukur naik.

2.7   Manisfestasi klinis
Batuk mulai dengan batuk batuk pagi hari , dan makin lama batuk makin berat, timbul siang hari maupun malam hari, penderita terganggu  tidurnya.
Dahak, spurtum putih/mukoid. Bila ada infeksi, spurtum menjadi purulen atau mukopurulen atau kental. Sesak bila timbul infeksi, sesak nafas akan bertambah, kadang kadang disertai tanda-tanda payah jantung kanan, lama kelamaan akan timbul korpumonal yang menetap.

2.8   Pemeriksaan diagnostik.
a.    Pemeriksaan radiologis
     Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang pararel, keluar dari  hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal.
b.    Pemeriksaan fungsi paru
c.    Analisis gas darah
1)   Pa O2 : rendah (normal 80-100 mmHg)
2)   Pa CO2 : tinggi (normal 35-45 mmHg)
3)   Saturasi hemoglobin menurun
4)   Eritropoesis bertambah
d.   Tes fungsi paru : untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
1)   TLC : meningkat
2)   Volume residu : meningkat
3)   FEV1/FVC : rasio volume meningkat
e.       Bronchogram : menunjukkan  dilatasi silinder brounchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
f.       Sputum : kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.
g.      EKG : distritmia atrial, peninggian gelombang p pada lead II,III,AVF.

2.9   Penatalaksanaan
a.    Tindakan suportif
Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang :
1.    Menghindari meroko
2.    Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup
3.    Mengontrol suhu dan kelembaban lingkungan.
4.    Nutrisi yang baik
5.    Hidrasi yang adekuat

b.    Terapi khusus (pengobatan)
1.    Bronchidalator : salbutamol, aminophilin
2.    Antimikroba : amoxillin
3.    Kortikosteroid : dexametason, prednisone
4.    Terapi pernafasan
5.    Terapi aerosol : bricasma inhaler
6.    Terapi oksigen
7.    Latihan relaksasi
8.    Meditasi
9.    Rehabillitas
Penatalaksanaan bronchitis kronis juga dapat dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah timbulnya penyulit, meliputi :
a.    Edukasi yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk mengenali gejala dan faktor-faktor pencetus kekambuhan bronchitis kronik.
b.    Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.
c.    Rehabilitasi medic untuk mengoptimalkan fungsi pernafasan dan mencegah kekambuhan, diantaranya dengan olahraga sesuai usia dan kemampuan, istirahat dalam jumlah yang cukup, makan-makanan yang bergizi.
d.   Oksigenisasi atau terapi oksigen.
e.    Obat-obatan bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.

2.10 Komplikasi
Komplikasi nya yaitu :
a.    Bronkhitis akut yang tidak ditangani cenderung menjadi bronchitis kronik.
b.    Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, teteapi pada anak dengan gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia.
c.    Bronkhitis kronik menyebabkan mudah terserang infeksi.
d.   Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau bronkietaksis.

2.11 Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
a.    Identitas: lebih sering terjadi pada anak-anak, prevalensinya meningkat pada perokok, orang yang berkeja atau tinggal di daerah industri.
b.    Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh sesak nafas.
c.     Riwayat penyakit sekarang.
Klien pada umumnya mengeluh dadanya terasa sesak dan tersa sulit untuk  bernafas. Diawali batuk produktif berulang 3bulan tidak diketahui sebabnya.
d.    Riwayat penyakit dahulu
Merupakan factor pencetus timbulnya bronchitis (infeksi saluran nafas, adanya riwayat alergi , stress). Frekuensi timbulnya weezing. Lama pengnaan obat-obatan sebelumnya misalnya bronchodilator atau mukolitik. Adapun riwayat asma adanya faktor ketirunan terhadap alergi.
e.     Riwayat penyakit keluaga
Adanya penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubunganya dengan penyakit klien sekarang ataupun misalnya DM, dan hipertensi  
f.     Riwaya psikososial-spiritual
1.      Psikologis: perasanan yang dirasakan oleh klien, apakah cemas/sedih?
2.      Social: bagaimana hubungan klien dengan orang lain maupun orang terdekat klien dan lingkungan?
3.      Spiritual: apakah klien tetap menjalankan ibadah selama perawatan di rumah sakit?
Data dasar pengkajian pada pasien denan bronchitis:
a.  Aktivitas/istirahat.
Gejala :
1.    Keletihan, kelelahan, malaise.
2.    Ketidak mampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
3.    Ketidakmampuan kita untuk tidur.
4.    Dispnea pada saat istirahat.
5.    Keletihan
6.    Gelisah, insomnia.
7.    Kelemahan umum/kehilangan mas otot

b.    Sirkulasi
Gejala: pembekakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung atau takiardia berat.
Gejala :
1.    Distensi vena leher.
2.    Edema dependent
3.    Bunyi jantung redup.
4.    Warna kulit/membra mukosa normal/cyanosis.
5.    Pucat, dapat menenjukan anemia.

c.       Integritas Ego
Gejala:
1.     Peningakatan factor resiko.
2.     Perubahan pola hidup.
Tanda: ansien, ketakutan, peka rangsang

d. Makanan/cairan
Gejala:
1.    mual/muntah.
2.    Nafsu makan buruk.
3.    Ketidak mampuan untuk makan.
4.    Penurunan berat badan. Peningkatan berat badan.
Tanda:
1.    Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat.
2.    Penurunan berat badan, palpitasi abdomen.

d.      Hygiene
Gejala: penurunana kemampuan/peningkatan kebutuhan.
Tanda: kebersihan buruk, bau badan.

e.    Pernafasan
Gejala: batuk menetap dengan produksi sekutum setiap hari selama minimum 3 bulan berturut -turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun episode batuk hilang timbul.
Tanda:
1.    Pernafasan bisa cepat.
2.    Pengunaan otot bantu pernafasan.
3.    Bentuk barel chest, gerakan diafragma miniman.
4.    Bunyi nafas ronchi.
5.    Perkusi kyperresonan pada area paru.
6.    Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu-abu keseluruhan.

f.       Keamanan
Gejala:
1.    Riwayat reaksi alergi terhadap zat/factor lingkuan.
2.    Adanya/berulangnya infeksi.

g.      Seksualitas
Gejala: penurunan libido.

h.      Intraksi social
Gejala:
1. Hubungan ketergantungan.
2. Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orangdeket.
3. Penyakit lama/ketidak mampuan membaik.
Tanda:
1.    ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan
2.    Keterbatasan mobilitas fisik.
3.    Kelalain hubungan dengan anggota keluarga lain.

B.     Diagnosa Keperawatan
a.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret.
b. Ganguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus.
c.     Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontrisi, mucus.
d.  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
e.    Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya secret, proses penyakit kronis.
f.     Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
g.    Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
h.    Kurang pengetahuan berhungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan di rumah.

C.     Perencanaan Keperawatan
a.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret, hipertropi kelenjar bronkus.
Tujuan :
Mempertahankan jalan nafas pasien dengan bunyi nafas bersih/jelas.
Kriteria hasil :
1.    Ronchi (-).
2.    Secret keluar.
3.    RR menurun 16-24x/menit.
4.    Batuk efektif (+).
Rencana Tindakan
Rasional
1.      Dorong/bantuan latihan nafas abdomen/bibir dan batuk efektif.
Memberi cairan untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara
2.      Tingkatan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret nenpermudah pengeluaran
3.      Fisioterapi dada: clapping dan vibrating
Melepaskan secret dari tempat perlekatan
4.      Postural drainage
Memudahkan pengaliran sektet
5.      Kolaborasi pemberian bronchodilator
Membantu proses pengenceran sekret
6.      Auskultrasi bunyi nafas
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunti nafas
7.      Kaji/pantau frekuensi pernafasan
Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan  selama adanya proses infeksi akut
8.      Observasi karakteristik batuk
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif,khususnya pada lansia,penyakit akut atau kelemahan

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi,spasme bronkus.
Tujuan: Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.
Kriteria hasil:
1.   pH : 7,35-7,45
2.   Po 2: 80-100 mmHg, PCO : 35-45 mmHg.
3.   Dyspnea.
Rencana tindakan
Rasional
1.      Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
2.      Berikan o2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA.
Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
3.      Awasi GDA.
PaCO2 biasanya meningkat,dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
4.      Auskultasi bunyi nafas
Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi.
5.      Awasi tanda vital dan irama jantung
Takikardia,distrimia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
6.      Kaji frekuensi, kedalaman
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.




















c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi mucul.
    Tujuan: perbaikan dalam pola nafas pasien teratasi.
Rencana tindakan
Rasional
1.      Ajarkan pasien pernafandiafragmatik dan pernafasan bibir.
Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efesien dan efktif.
2.      Berikan o2 tambahan.
Membantu menstabilkan pola nafas.
3.      Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode
Memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distress berlebihan.
4.      Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
Menggunakan danmengkondisikan otot-otot pernafasan.

d.   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
Tujuan : menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat.
Kriteria hasil :
1.   Berat badan normal.
2.   Albumin : 3,5-5 g/dL.                                                                    
3.    Hb : 11,5-16 g/dL.
4.   Porsi makan habis.
Rencana Tindakan
Rasional
1.      Kaji kebiasaan diet.
Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispenia, produksi sputum.
2.      Auskultasi bunyi usus.
Penurunan bising usus menunjukkan penurunan mobilitas gaster.
3.      Berikan perawatan oral sebelum makan.


Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual dan muntah.
4.      Timbang berat badan sesuai indikasi.
Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatam rencana nutrisi.
5.      Konsultasi ahli gizi.
Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal.
6.      Motivasi klien untuk makan.












e.    




e. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya secret, proses penyakit kronis.
Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah risiko tinggi.
Rencana Tindakan
Rasional
1.      Awasi suhu.
Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
2.       Observasi warna, bau sputum.
Secret barbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
3.      Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembungan sputum.
Mencegah penyebaran pathogen.
4.      Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umun dan menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
5.      Berikan anti mikroba sesuai indikasi.
Dapat diberikan untuk organisme khusus yang terindentifikasikan dengan kultur.













f.     Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenisasi
  Tujuan : menunjukkan perbaiki dengan aktivitas intoleran.
Rencana Tindakan
Rasional
1.      Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan exercise, berjalan perlahan atau latihan yang sesuai.
Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak O2.







g.    Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas.
Rencana tindakan :
Rencana Tindakan
Rasional
1.      Kaji tingkat kecemasan  (ringan, sedang, berat).
Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan tindakan selanjutnya.
2.      Berikan dorongan emosional.
Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima keadaan penyakit yang dialami.
3.      Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah.
Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran yang dirasakan.
4.      Jelaskan jenis prosedur dari pengobatan.
Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehiungga mau bekerjasama dalam tindakan perawatan dan pengobatan.
5.      Beri dorongan spiritual.
Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan menyerahkan pada TYME atas kesembuhannya .


















h.    Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan dirumah.
Tujuan: Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan
Rencana tindakan :
Rasional :
1.      Jelaskan proses penyakit individu .

Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pada rencana pengobatam .
2.      Instruksikan untuk latihan nafas batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Nafas bibir dan nafas abdominal membantu meminimalkan kolaps jalan nafas dan meningkatkan toleransi aktivitas .
3.      Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi misalnya udara,serbuk,asap tembakau .
Faktor lingkungan dapat menimbulkan iritasi bronchial dan peningkatan produksi secret jalan nafas.

D.     Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan perawatan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit.

E.      Evaluasi.
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawtan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatn, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi, keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, peratukaran gas adekuat,masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya.



BAB III
PENUTUP

3.1     Kesimpulan.
Secara harfiah bronchitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus.    Secara klinis para ahli mengartikan bronchitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronchitis bukan penyakit yang terdiri bahwa bronchitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronchitis ikut memegang peran. Secara klinis para ahli mengartikan bronchitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuki merupakan gejala utama dan dominan. Ini berarti bahwabronkhitis buka merupakan penyakit berdiri sendiri melainkan dari berbagai penyakit lain juga. Penyakit brobnkhitis memang derajat bahayanya lain seperti jantung, kanker, dan lainnya. Namun, jika tidak segera ditangani, bukan mustahil akan membahayakan. Bronchitis memang termasuk penyakit ringan tetapi, jika diderita oleh penderita penyakit lain yang bersifat tahunan seperti jantung maupun paru-paru sifatnya akan membahayakan. Ada faktor utama yang mempengaruhui timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dari populasi, keturunan, faktor sosial ekonomi.
Tanda dan gejala bronchitis dibagai menjadi 2, yaitu : gejala batuk akut yaitu sebagai berikut : biasanya tidak demam walaupun ada tetapi rendah, keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak, mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis. Untuk penyakit bronchitis kronis gejalanya : batuk yang memburuk di pagi hari dan dalam cuaca lembab, Sering menderita infeksi saluran pernafasan (seperti pilek atau flu) dengan batuk yang produktif dan memburuk, Anoreksia sehingga berat badan klien sukur naik.

3.2     Saran.
1.      Mahasiswa
Agar mahasiswa mampu menerapkannya dalam rangka memberikan asuhan keperawatan pada klien pada gangguan sistem respirasi dengan bronkhitis yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, dan evaluasi,sebaik mungkin sesuai kebutuhan klien.
2.      Institusi
Agar dapat dijadikan referensi mata ajar keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah sistem respirasi. Sehingga mahasiswa dapat menekankan pendidikan kesehatan terhadap penderita bronkhitis tentang pentingnya pengetahuan pengobatan dan intervensi keperawatan.




DAFTAR PUSTAKA

     Marilynn E, Doengoes. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
Wahid, Abdul. 2013. Keperawataan Medikal Bedah, Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. EGC : Jakarta
Http. Ilmukeperawatan.info/2001/10/asuhan-keperawatan-bronkhitis.html. 09.45wib, Senin, 21-11-2016
Http. Makalahbiolo.blogspot.co.id/2014/04/makalah-bronkhitis.html. 10.55wib,
Senin, 21-11-2016


0 komentar:

Posting Komentar